Tuturpedia.com – Dua organisasi profesi nasional konstituen dari Dewan Pers yang ada di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengutuk dugaan pemerasan yang dilakukan oleh segerombolan mengatasnamakan wartawan.
Tentunya keputusan tersebut bukan tanpa alasan, sebab tindak kejahatan yang dilakukan oleh segerombolan tersebut merusak nama baik profesi para wartawan.
PWI dan AJI pun mendukung kerja kepolisian dalam menertibkan wartawan abal-abal. Keduanya memiliki kesamaan sikap dan pandangan terhadap penangkapan yang dilakukan oleh Polres Bojonegoro.
Ketua PWI Kabupaten Bojonegoro, M. Yazid beri apresiasi atas keberanian masyarakat yang mau melapor terkait insiden dugaan pemerasan tersebut.
Dengan begitu, peristiwa ini bisa menjadi pembelajaran bersama, utamanya pada para wartawan yang telah diakui kompetensinya menjalankan kerja pers.
“Wartawan tidak hanya berbekal press card saja, namun juga harus mentaati Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan peraturan lainnya tentang pers,” ucapnya, Kamis (4/1/2024).
Lebih lanjut, dirinya juga mengatakan bahwa dugaan aksi pemerasan yang dilakukan oleh segerombolan tersebut tentu sangat tidak dibenarkan. Sebab bertentangan dengan kode etik jurnalistik, apalagi mengatasnamakan wartawan.
“Wartawan asli dan profesional dipastikan tidak akan menyalahgunakan profesi dan tidak akan menempuh cara yang tidak profesional. Silakan masyarakat melapor, jika merasa diperas oleh seseorang atau segerombolan orang yang mengaku wartawan, jangan takut,” ujarnya.
Pria yang juga aktif sebagai sukarelawan PMI Bojonegoro ini menegaskan, wartawan yang tergabung dalam PWI dipastikan mayoritas sudah mengikuti uji kompetensi, baik jenjang muda, madya, maupun utama.
Sehingga nama-nama wartawan yang sudah mengikuti uji kompetensi wartawan dapat diakses di web resmi Dewan Pers.
Selain itu, ia turut mengapresiasi langkah cepat pihak penegak hukum dalam menangkap terduga pelaku pemerasan tersebut.
Pasalnya tidak menutup kemungkinan, masih ada oknum yang juga meresahkan masyarakat dengan menggukan kedok yang sama.
Oleh karena itu, M. Yazid menjelaskan, dibutuhkan sinergi semua pihak, baik pers, penegak hukum, maupun masyarakat dalam menangani orang tidak bertanggung jawab yang mengaku wartawan atau bahkan oknum wartawan berbuat nakal.
“Sebab wartawan bekerja dengan karya intelektual dan jangan sampai diciderai maupun dikambinghitamkan,” tegasnya.
Sementara itu, terpisah, Ketua AJI Bojonegoro, Deddy Mahdi As-Salafy menyatakan, sekarang ini banyak orang bisa mengaku sebagai wartawan, alias wartawan “abal-abal” karena mengaku-ngaku. Ini terjadi sebab mudahnya membuat website dan kartu pers.
Namun yang perlu publik ketahui, terutama pengusaha dan pejabat publik, jurnalis atau wartawan yang bukan “abal-abal” itu menjunjung tinggi etika profesi, seperti tidak meminta uang kepada narasumber, apalagi sampai melakukan pemerasan.
Berkaca pada peristiwa tersebut, jurnalis televisi ini mendukung bagi warga yang merasa diintimidasi, dimintai uang, atau diperas seseorang atau gerombolan yang mengaku sebagai wartawan agar berani melapor ke pihak berwajib.
“Kita juga mendukung pihak kepolisian untuk memberangus wartawan abal-abal yang melakukan pemerasan,” bebernya.
Diberitakan sebelumnya, Polres Bojonegoro mengamankan 5 orang yang mengaku sebagai wartawan yang dilaporkan telah melakukan tindakan pemerasan terhadap pengusaha asal Desa/Kecamatan Kedewan Kabupaten Bojonegoro.
Para tersangka meminta uang puluhan juta dengan dalih sebagai tutup mulut agar usaha yang di kerjakan oleh korban tidak diviralkan atau dilaporkan ke pihak yang berwajib.
Ternyata setelah ditangkap diketahui uang hasil pemerasan itu digunakan oleh para tersangka untuk liburan tahun baru di Bali.***
Kontributor Jawa Tengah: Lilik Yuliantoro
Editor: Nurul Huda