Tuturpedia.com – Rokok ternyata tidak hanya dapat memperburuk kesehatan seseorang, tapi berpotensi membuat anak jadi stunting.
Bahaya rokok yang bisa membuat anak jadi stunting, diungkapkan Dirjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Endang Sumiwi.
Dilansir dari laman Kemenkes, Minggu (11/6/2023), Endang, mengungkapkan penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial UI pada 2018.
Berdasarkan temuan dari penelitian itu, adalah bBalita yang tinggal dengan orang tua perokok tumbuh 1,5 kg lebih kurang dari anak-anak yang tinggal dengan orang tua bukan perokok.
Dalam penelitian tersebut, juga disebutkan 5,5 persen Balita yang tinggal dengan orang tua perokok punya risiko lebih tinggi menjadi stunting.
“Kita tahu bahwa angka stunting kita masih tergolong tinggi menurut kategori WHO yaitu di atas 20 persen, sementara Indonesia masih 21 persen,” kata Endang.
Ia menilai, jika balita berpotensi terpapar rokok di rumahnya, maka ini menjadi salah satu hambatan dalam menurunkan stunting di Indonesia.
Endang berharap keluarga-keluarga Indonesia mengalihkan belanjanya dan melakukan prioritas ulang pengeluarannya bukan untuk rokok.
“Kalau tidak salah ada data dari Global Adult Tobacco Survey sebesar Rp382.000 per bulan yang dikeluarkan orang dewasa untuk beli rokok dalam keluarga,” ucapnya.
Menurutnya, hal itu bisa dialihkan untuk beli protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak untuk tumbuh supaya tidak stunting.
“Kalau mau berkontribusi untuk stunting, para orang tua tidak usah merokok dan lebih baik gunakan uangnya untuk membeli protein hewani seperti telur,” ungkap Endang.
Penelitian Pada Bayi
Semengara itu, Perwakilan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Dr Feni Fitriani Taufik, menjelaskan di RS Persahabatan pernah ada penelitian pada bayi.
Ada tiga kelompok bayi yang dilahirkan yakni dari ibu yang tidak merokok, ibu yang jadi perokok pasif, dan ibu perokok aktif.
Hasilnya, bahwa pada plasenta bayi dengan ibu perokok aktif dan pasif itu sama-sama ditemukan nikotin.
Kemudian, dari waktu lahir pun panjang badan dan berat badan bayi jauh lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak merokok.
“Jadi, pajanan rokok berpengaruh bukan saja setelah lahir, tapi di dalam kehamilan pun itu sudah sangat berpengaruh kepada bayi,” ungkap Feni.
Ia melanjutkan, ada istilah secondhand smoke dan thirdhand smoke.
Secondhand smoke adalah asap rokok yang dilepaskan oleh perokok, kemudian dihirup oleh orang-orang di sekitarnya.
Sementara thirdhand smoke adalah sisa bahan kimia dari asap rokok. Umumnya tidak terlihat tapi berbahaya.
Feni mengatakan, bukan hanya asap tapi residu dari orang yang merokok yang menempel terutama di dalam rumah seperti gorden, karpet, dan sofa.
“Itu mengandung kimia berbahaya jika terhirup oleh orang-orang yang ada di rumah seperti anak-anak Balita,” jelasnya.
“Kalau berbicara stunting, secondhand smoke dan thirdhand smoke menyebabkan beban ekonomi keluarga akan berlipat. Sebab perkembangan anak terganggu,” pungkasnya.***
Penulis: M. Rain Daling
Editor: M. Rain Daling