Tuturpedia.com – Viral sebuah video di media sosial, yaitu bocah berusia 10 tahun menikah padahal belum lulus SD.
Dikutip dari akun X @kegblgnunfaedh, Kamis (2/11/2023), pernikahan dini bocah berusia 10 tahun ini ternyata terjadi di Madura, Jawa Timur.
Dalam video tersebut terlihat dua bocah dikelilingi oleh orang dewasa yang saling bergantian memberikan amplop kondangan. Kedua bocah tersebut tak mengenakan pakaian pengantin.
Bocah laki-laki dalam video tersebut mengenakan kemeja dan juga peci. Sementara itu, bocah yang perempuan mengenakan terusan atau gamis berwarna hitam sembari memegang mahar yang dibentuk menyerupai bucket.
Fenomena pernikahan dini ini jelas melanggar aturan Undang-Undang Pernikahan, yakni batas usia pengantin minimal 19 tahun.
Video tersebut sontak membuat warganet kaget sekaligus geram, ada juga yang beranggapan bahwa pernikahan dini di Madura merupakan hal yang sudah biasa terjadi. Berikut beberapa reaksi diberikan oleh warganet.
“Mentalnya gimana ya, kehidupan pernikahan kan gak sesimple itu.” tulis warganet di akun @eclip***.
“Pasal 71 dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia menyatakan: “Barang siapa menentang hukum atau menikahkan dua orang yang diantara mereka belum berusia lima belas tahun atau antara mereka ada hubungan darah dalam garis keturunan langsung atau…” tulis netizen @yud***.
“Madura mana? Tapi ya beberapa daerah di Madura emang adatnya begini, bahkan ada daerah yang dia dijodohin dari sebelum lahir. Jadi ya dia lahir tinggal ditunangin, kelar SMP atau SMA dinikahin,” komentar netizen @nan***.
“Gak heran kalo orang Madura, nikah dini udah kayak budaya,” tulis netizen @___m***.
“Kalau di Madura hal itu sudah biasa, bahkan sebelum lahir pun sudah dipesan, ketika lahir langsung ditunangkan. Memang budayanya begitu,” komentar warganet @ywi*****
Seperti yang sudah disebutkan oleh beberapa warganet, pernikahan dini di Madura memang sebuah tradisi yang sulit dihilangkan.
Sayangnya dalam pernikahan dini ini biasanya anak perempuan yang menjadi korban, karena banyak perempuan yang dipaksa untuk segera menikah oleh orang tuanya.
Anak perempuan yang tak segera menikah akan dianggap sebagai perawan tua, sedangkan orang tua akan merasa bangga jika anaknya bisa menikah secepat mungkin karena orang tua masih memiliki persepsi bahwa anaknya laku dan disukai oleh kaum laki-laki.
Selain persepsi, beberapa faktor menjadi penyebab tradisi ini masih ada sampai saat ini di antaranya adalah faktor ekonomi, faktor keturunan yang bermaksud untuk menjaga hubungan persaudaraan anak-anak saling dijodohkan satu sama lain.
Selain itu, faktor sosial dan adat istiadat serta agama juga menjadi salah satu alasan tradisi ini masih ada.***
Penulis: Niawati
Editor: Nurul Huda