banner 728x250
Event  

Sejarah Hari Gizi Nasional dan Upaya Mencegah Stunting di Indonesia

Inilah sejarah Hari Gizi Nasional yang diperingati tiap tanggal 25 Januari. Foto: freepik.com/freepik
Inilah sejarah Hari Gizi Nasional yang diperingati tiap tanggal 25 Januari. Foto: freepik.com/freepik
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Indonesia memperingati Hari Gizi Nasional setiap tanggal 25 Januari, yang merupakan bagian dari upaya memperbaiki gizi masyarakat.

Selain itu, peringatan Hari Gizi Nasional juga menjadi semangat masyarakat dalam mengurangi angka stunting (gangguan pertumbuhan pada anak).

Sejarah Hari Gizi Nasional berawal pada tahun 1950. Di tahun tersebut, Menteri Kesehatan Indonesia, dr. J. Leimena mengangkat Prof. Poorwo Soedarmo sebagai kepala Lembaga Makanan Rakyat (LMR).

Saat itu, LMR lebih dikenal sebagai Instituut Voor Volksvoeding (IVV), yang merupakan bagian dari Lembaga Penelitian Kesehatan, sekarang dikenal sebagai lembaga Eijkman.

Setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 25 Januari 1951, LMR mendirikan Sekolah Juru Penerang Makanan. Berdirinya sekolah ini menjadi momentum penting di Indonesia.

Sebab, tenaga penggiat gizi di Indonesia terus berkembang hingga menjamur ke banyak perguruan tinggi di Tanah Air. 

Oleh karena itu, 25 Januari disepakati sebagai peringatan Hari Gizi Nasional.

Peringatan Hari Gizi Nasional setiap tanggal 25 Januari dilanjutkan oleh Direktorat Gizi Masyarakat sejak tahun 1970-an.

Hingga kini, peringatan Hari Gizi Nasional setiap tanggal 25 Januari menjadi agenda resmi tahunan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Tahun 2024, Hari Gizi Nasional ke-64 diperingati dengan mengangkat tema MP-ASI Kaya Protein Hewani Cegah Stunting.

Permasalahan Stunting di Indonesia

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis, yang bisa mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, seperti tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya, hingga menurunnya tingkat kecerdasan. 

Dilansir Tuturpedia dari laman stunting.go.id pada Kamis (25/1/2024), hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menunjukkan prevalensi stunting Indonesia sebesar 21,6%.

Sementara risiko terjadinya stunting meningkat sebesar 1,6 kali, pada kelompok umur 6-11 bulan ke kelompok umur 12-23 bulan (13,7% ke 22,4%). 

Upaya menurunkan angka stunting tengah gencar dilakukan pemerintah demi menjaga pertumbuhan anak bangsa yang sehat dan cerdas.

Pemerintah menganjurkan agar masyarakat memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak usia 6 bulan, baik dari segi kesesuaian umur, frekuensi, jumlah, tekstur, dan variasi makanan.

“Sebab, di masa ini sangat penting untuk memperhatikan dan menjamin kecukupan energi dan protein untuk mencegah terjadinya stunting pada anak,” tulis laman tersebut, Kamis (25/1/2024).

Pemerintah menganjurkan agar bayi berusia 6 bulan hingga anak-anak diberikan protein hewani.

Hal ini merujuk studi yang dilakukan oleh Headey et.al (2018), yang menyatakan ada bukti kuat hubungan antara stunting dan indikator konsumsi pangan yang berasal dari hewan, seperti daging, ikan, telur, dan susu atau produk turunannya (keju, yoghurt, sosis, dan sebagainya).

Penelitian ini juga menunjukkan konsumsi pangan berasal dari protein hewani lebih dari satu jenis lebih menguntungkan, daripada konsumsi pangan berasal dari hewani tunggal.

Upaya Mencegah Stunting yang Dapat Dilakukan

Orang tua dapat melakukan upaya cegah stunting anak dengan perbaikan gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). HPK dilakukan dengan mengonsumsi beragam makanan bergizi dan mengandung protein hewani.

Khusus untuk bayi yang baru lahir harus mendapatkan ASI eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupannya.

Setelah bayi berusia 6 bulan, pemberian ASI tetap dilanjutkan disertai dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), yang memenuhi syarat tepat waktu, memadai, dan kaya protein hewani, aman dan diberikan dengan cara yang benar.

Pastikan setiap kali makan MP-ASI mengandung protein hewani dan pastikan anak dipantau pertumbuhannya setiap bulan.

Apabila berat badan anak tidak naik dan tinggi badannya kurang berkembang, segera periksa ke dokter di puskesmas atau rumah sakit terdekat.***

Penulis: Angghi Novita

Editor: Annisaa Rahmah

Respon (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses