banner 728x250
Review  

Review Film Kupu-Kupu Kertas: Romeo & Juliet dalam Pusaran Konflik Ideologi NU vs PKI

TUTURPEDIA - Review Film Kupu-Kupu Kertas: Romeo & Juliet dalam Pusaran Konflik Ideologi NU vs PKI
Review film Kupu-Kupu Kertas. Foto: Poster film Kupu-kupu Kertas
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Setelah sukses dengan Film Sayap-Sayap Patah, Denny Siregar Production kembali merilis film baru bertajuk Kupu-Kupu Kertas.

Sama dengan film pertamanya, film Kupu-Kupu Kertas ini juga mengangkat isu yang cukup berat dan sensitif.

Di film Sayap-sayap Patah, ceritanya mengangkat tragedi konflik polisi & kelompok napi teroris di Mako Brimob Depok pada 2018.

Sedangkan Kupu-Kupu Kertas berkisah tentang drama romansa ala Romeo & Juliet lokal yang berlatar pada peristiwa kelam di tahun 1965.

Yang cukup menarik perhatian, film ini disutradarai oleh Emil Heradi, yang pernah sukses mengantarkan film besutannya, Night Bus menggaet piala citra dalam gelaran Festival Film Indonesia 2017.

Selain itu, Emil juga mendapuk Chicco Kurniawan yang juga pernah membawa pulang piala citra sebagai aktor terbaik di Festival Film Indonesia 2021 sebagai lead actor.

Lebih lanjut, ada pula Amanda Manoppo, Ayu Laksmi, dan Fajar Nugra yang turut berperan dalam film ini.

Yang tak kalah mencuri perhatian tentunya adalah kehadiran YouTuber, Reza Arap dan Iwa K yang beberapa waktu lalu sukses memerankan Walisdi di film Pocong Gundul dan Leong di Film Sayap-sayap Patah.

Sinopsis Film Kupu-Kupu Kertas

Film Kupu-Kupu Kertas berkisah tentang Ikhsan (Chicco Kurniawan), seorang pemuda Nahdlatul Ulama (NU) aktivis GP Ansor yang jatuh hati pada perempuan bernama Ning (Amanda Manoppo), anak dari Rekoso (Iwa K), pimpinan PKI di Celuring, Banyuwangi.

Kisah cinta Ikhsan dan Ning tersebut terhalang oleh perbedaan ideologi di antara mereka yang nantinya akan menyulut konflik utama dalam keseluruhan film Kupu-Kupu Kertas.

Lebih-lebih kedua kelompok tersebut sering bersinggungan terutama dalam permasalahan perebutan tanah/lahan.

Cerita memuncak saat kakak Ikhsan, Rashid (Samo Rafael) turut menjadi korban pembantaian PKI yang didalangi oleh Rekoso.

Hal ini membuat Ikhsan merasa kalut karena di satu sisi ia kehilangan sosok kakak, tetapi ia juga tak kuasa membalaskan dendam pada perempuan yang ia cintai.

Review Film Kupu-Kupu Kertas

Sebagai film sejarah berlatar 1965, Kupu-Kupu Kertas cukup didukung dengan tata produksi yang mumpuni.

Hal ini dapat dilihat dari pemilihan set yang menarik dan keikutsertaan extras (pemeran pendukung) dalam jumlah yang banyak dan solid dalam hal acting.

Kupu-Kupu Kertas juga sukses menggambarkan suasana retro khas tahun ’65 dengan wardrobe dan make up pemerannya yang cukup believeble. Hal ini dapat dilihat pada scene Pesta kebun, rapat GP Ansor, dan suasana desa.

Lebih lanjut, film ini juga sukses membangun suasana mencekam saat terjadi konflik dan pembantaian yang dibuat dengan cukup solid dan mendebarkan.

Apalagi untuk penyuka genre gore, film ini tak tanggung-tanggung dalam menggambarkan adegan kekejaman yang terjadi saat konflik antara kubu NU & PKI.

Selain itu, Kupu-Kupu Kertas juga cukup berhasil menyajikan pengalaman sinematik yang estetik saat menunjukkan landscape gunung, sungai, ladang, hutan, dan latar-latar lain.

Keunggulan lain tentunya adalah acting pemainnya yang meyakinkan, terutama Iwa K yang sekali lagi membuktikan bahwa ia sangat cocok berperan sebagai tokoh antagonis nan kejam.

Sayangnya, film yang dijual dalam kemasan film drama romansa ini kurang berhasil membangun kepercayaan penonton terhadap chemistry antara Ikhsan dan Ning sebagai tokoh utama.

Pertemuan dan proses pengenalan diri kedua tokoh utama itu terasa terlalu cepat dan cenderung kurang romantik.

Selanjutnya, yang patut menjadi catatan adalah alur film yang terasa terburu-buru. Hal ini terlihat dari adanya beberapa adegan yang sepertinya kurang berkelindan satu sama lain.

Apalagi saat film memasuki babak ketiga yang seharusnya menjadi puncak dari semua konflik.

Namun, diluar semua kekurangan tersebut, film Kupu-Kupu Kertas tetap layak ditonton dan diberi apresiasi karena niat yang dibangun untuk mengangkat film bertema sejarah yang jarang dilirik oleh sineas-sineas lokal.

Apalagi film ini mengangkat isu sensitif yang kemungkinan besar memicu pro dan kontra di masyarakat.

Semangat yang dibawa film Kupu-Kupu Kertas ini setidaknya dapat memantik harapan bagi kita bahwa film-film semacam ini, yang memiliki tujuan edukasi akan terus ada dan (semoga) terus diminati.***

Penulis: Rizal Akbar

Editor: Nurul Huda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses