Tuturpedia.com – Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia (Menko Polhukam) mengatakan bahwa pemilihan umum (pemilu) 2024 masih cenderung transaksional.
Hal ini ia sampaikan saat memberikan kuliah umum yang diselenggarakan oleh Direktorat Kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada (UGM) di ruang Bulaksumur, Gedung University Club UGM pada (6/10/2023).
Dia membicarakan pendapatan per kapita sebagian besar penduduk Indonesia yang masih rendah. Sehingga celah itu dimanfaatkan oleh politisi untuk ‘membeli’ suara.
“Pemilu kita nampaknya masih akan transaksional karena pendapatan per kapita masih rendah. Demokrasi kita akan semakin baik jika pendapatan per kapita naik menjadi 5.500 dolar Amerika Serikat, posisi sekarang masih 4.500 dolar,” ujar Mahfud MD, dikutip Tuturpedia.com dari situs resmi UGM (7/10/2023).
Kemudian Mahfud melanjutkan, politik transaksional tidak melulu soal jual beli suara antara peserta pemilu dengan pemilih, tetapi juga bisa terjadi antara peserta pemilu dan partai politik (parpol).
Sebelumnya, pada 2022 lalu, salah satu anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bernama Puadi sempat mengatakan, politik transaksional memang selalu terjadi ketika penyelenggaraan pemilu.
Hal ini juga disebutkan dalam siaran pers Humas Kemenko Polhukam RI (18/8/2022), yang menyebutkan bahwa politik transaksional di Indonesia kerap terjadi di sektor sumber daya alam (SDA).
Hal ini memiliki nilai yang saling berkaitan sehingga membuat para elite politik melakukan politik transaksional dengan para oligarki.
“Politik transaksional merupakan politik timbal balik, di mana setelah calon legislatif maupun eksekutif di tingkat pusat dan daerah memenangkan Pemilu atau Pilkada, maka mereka membalas jasa kepada para oligarki pemberi dana dengan mengeluarkan kebijakan, regulasi, dan perizinan yang menguntungkan oligarki, namun merugikan keuangan negara,” ucap Asmarni, Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, dikutip Tuturpedia.com dari situs resmi Kemenko Polhukam.
Walaupun sistem demokrasi di Indonesia belum sempurna, Mahfud tetap menganggap demokrasi adalah yang terbaik. Sebab dengan penerapan sistem demokrasi, masyarakat akan turut serta.
“Demokrasi tetap dianggap yang terbaik karena ada peran rakyat di situ secara berkala maupun reguler untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat,” tutur Mahfud.
Di sisi lain, praktik jual beli hukum justru semakin meningkat. Maka dari itu Mahfud mengatakan, hal inilah yang menyebabkan penegakan hukum belum optimal.
“Ada namanya industri hukum di mana peraturan hukum dibuat oleh pemesan atau terjadi praktik jual beli hukum,” lanjutnya.
Lalu bagaimana mengatasi permasalahan demokrasi itu? Mahfud menjelaskan, perlunya pemimpin yang mampu menjunjung tinggi keadilan, integritas, dan kompeten serta paham akan kenegaraan.
Saat ini Mahfud bersama pihaknya sedang melakukan perbaikan hukum di Indonesia dengan cara membentuk tim percepatan reformasi hukum.
“Kita harus menghadirkan orang yang berintegritas, berkompeten dan negarawan untuk menjadi pemimpin baik pemerintahan maupun di lembaga negara sehingga demokrasi dan hukum kita semakin baik,” pungkasnya.***
Penulis: Annisaa Rahmah
Editor: Nurul Huda