banner 728x250

Miris, Begini Cerita Ibu Hamil yang Melahirkan di Palestina Selama Invasi Israel!

Ibu di Palestina melahirkan di tengah minimnya sanitasi dan logistik medis. Foto: freepik.com/freestockcenter
Ibu di Palestina melahirkan di tengah minimnya sanitasi dan logistik medis. Foto: freepik.com/freestockcenter
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Perempuan Palestina di Gaza melahirkan dalam kondisi yang memprihatinkan, di tengah kurangnya fasilitas medis, risiko penyakit, dan pemboman Israel.

Dikutip Tuturpedia dari laman The New Arab pada Jumat (26/1/2024), UNICEF menyampaikan setidaknya 20.000 anak telah lahir sejak dimulainya perang Israel di Gaza pada bulan Oktober 2023. Banyak dari mereka berisiko meninggal dan terkena penyakit.

Banyak perempuan yang tidak punya pilihan selain melahirkan tanpa anestesia, yang pada akhirnya membahayakan kesehatan mereka dan bayinya.

“Para ibu menghadapi tantangan yang tak terbayangkan dalam mengakses perawatan medis, nutrisi dan perlindungan yang tepat sebelum, selama dan setelah kelahiran,” ucap Tess Ingram, spesialis komunikasi UNICEF. 

Bagaimana Ibu Melahirkan Bayi di Gaza?

Hingga saat ini, para ibu di Gaza, Palestina masih harus melalui proses persalinan dengan perlengkapan medis yang minim.

Mereka juga masih menjalani masa-masa kehamilan ditengah gempuran invasi yang dilakukan oleh Israel.

Sebuah akun X bernama @excusemekoo, telah menerjemahkan postingan Facebook dari akun bernama Samah Shamali.

Pada postingannya, Samah menceritakan betapa mirisnya perjalanan ibu di Palestina untuk melahirkan buah hatinya di tengah invasi yang terjadi. 

Samah mengatakan, dalam salah satu kasus, tank Israel telah menabrak seorang wanita hamil secara bolak-balik hingga janinnya keluar.

Ada juga seorang perempuan melahirkan anak kembar secara prematur. Ia melahirkan karena harus berjalan lebih dari 10 jam saat mengungsi dari Gaza ke Rafah.

Sayangnya, anak kembar tersebut harus meninggal karena tidak ada pasokan oksigen di rumah sakit.

Selain itu, ada seorang perempuan lain yang melahirkan pada pukul 3 pagi dan tidak dapat memanggil ambulans karena listrik padam.

Ibu tersebut harus melahirkan di rumah, namun ia tidak dapat menemukan alat untuk memotong tali pusar. Sehingga ia menggendong bayinya di dadanya dan berjalan kaki selama satu setengah jam hingga mencapai puskesmas terdekat.

Terakhir, Samah menceritakan perjuangan seorang wanita yang melahirkan bayinya setelah 10 tahun penantian buah hati. Dengan sabar ia menunggu pelukan pertama dan melakukan operasi caesar tanpa anestesia apa pun. 

Samah menuliskan jika ibu tersebut merasakan pisau merobek lapisan perutnya hingga terbuka dan dia juga mendengar suara dagingnya robek. Ia merasakan setiap jahitan setiap kali jarum menusuk dagingnya dan benangnya ditarik untuk mengencangkan dagingnya dan mengikat benangnya agar jaringannya sembuh.

Minimnya peralatan medis ini masih menjadi concern (perhatian) bagi PBB. Sebab, hingga saat ini Israel masih bersikukuh untuk meminimalisir masuknya truk bantuan kemanusiaan ke Gaza, Palestina.***

Penulis: Anna Novita Rachim

Editor: Annisaa Rahmah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses