Tuturpedia.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap 12 mantan terpidana korupsi yang terdaftar sebagai bakal calon anggota legislatif (bacaleg) Pemilu 2024. Temuan ICW ini berdasarkan data Daftar Calon Sementara (DCS) yang telah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mantan Napi korupsi ini kembali ‘nyaleg’ untuk menduduki kursi di DPR RI maupun DPD RI.
Namun, ICW merasa KPU terkesan menutupi para koruptor yang kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Hal ini karena KPU tidak kunjung mengumumkan status hukum mereka.
“Ketiadaan pengumuman status terpidana korupsi dalam DCS tentu menyulitkan masyarakat untuk berpartisipasi memberikan masukan terhadap DCS. Terlebih, informasi mengenai daftar riwayat hidup para bakal caleg juga tidak disampaikan melalui laman KPU,” bunyi keterangan ICW, yang dikutip pada Sabtu (26/8/2023).
Koruptor Nyaleg Buat Masyarakat Resah
ICW khawatir, jika nantinya KPU meloloskan para mantan terpidana korupsi dan menetapkan sebagai Daftar Calon Tetap (DCT) dapat membuat masyarakat sulit memilih wakil rakyat yang bersih dan berintegritas.
Padahal, hasil survei jajak pendapat yang dipublikasikan oleh Litbang Kompas menunjukan bahwa sebanyak 90.9% responden tidak setuju mantan napi korupsi maju sebagai caleg dalam Pemilu.
Nama Bacaleg Mantan Koruptor
Berikut ini adalah 12 bacaleg mantan terpidana kasus korupsi yang dihimpun ICW:
1. Abdillah, Nasdem, Dapil Sumatera Utara I (Korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana APBD)
2. Abdullah Puteh, Nasdem, Dapil Aceh II (Korupsi pembelian 2 unit helikopter saat menjadi gubernur Aceh)
3. Susno Duadji, PKB, Dapil Sumatera Selatan II (Korupsi pengamanan Pilkada JawaBarat 2009 dan korupsi penanganan PT Salmah Arowana Lestari)
4. Nurdin Halid, Golkar, Dapil Sulawesi Selatan II (Korupsi distribusi minyak goreng Bulog)
5. Rahudman Harahap, Nasdem, Dapil Sumatera Utara I (Korupsi dana tunjangan aparat Desa Tapanuli Selatan saat menjadi Sekda Tapanuli Selatan)
6. Al Amin Nasution, PDI-P, Dapil Jawa Tengah VII (Menerima suap dari Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Azirwan untuk memuluskan proses alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan)
7. Rokhmin Dahuri, PDI-P, Dapil Jawa Barat VIII (Korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan)
8. Patrice Rio Capella, Caleg DPD-Bengkulu 10 (Menerima gratifikasi dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil,dan penyertaan modal sejumlah BUMD di Sumut oleh Kejaksaan)
9. Dody Rondonuwu, Caleg DPD Kalimantan Timur (Korupsi dana asuransi 25 orang anggota DPRD Kota Bontang periode 2000-2004 (saat itu Dody masih menjadi anggota DPRD Kota Bontang)
10. Emir Moeis, Caleg DPD Kalimantan Timur (Kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan, Lampung, tahun 2004)
11. Irman Gusman, Caleg DPD Sumatera Barat (Kasus suap dalam impor gula oleh Perum Bulog)
12. Cinde Laras Yulianto, Caleg DPD Yogyakarta (Korupsi dana purnatugas Rp3 miliar)
Kemunduran KPU
ICW mengatakan saat ini langkah KPU mengalami kemunduran. Akhir Juli lalu, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa mantan terpidana korupsi yang didaftarkan sebagai bacaleg akan diumumkan saat penetapan DCS.
Alih-alih diumumkan, KPU justru bungkam dan enggan membocorkan nama-nama bacaleg yang pernah korupsi.
Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik justru menyatakan bahwa tidak ada perintah dalam Undang-undang untuk mengumumkan status mantan terpidana para bakal calon legislatif.
ICW membandingkan gerak KPU saat Pemilu 2019. Menurut ICW, di saat itu KPU sangat progresif karena mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi.
ICW menilai lembaga itu tidak memiliki komitmen antikorupsi dan tidak menegakkan prinsip pelaksanaan pemilu yang terbuka dan akuntabel, sesuai Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Oleh karena itu, Indonesia Corruption Watch mendesak agar KPU RI segera mengumumkan nama bacaleg, baik tingkat DPRD kota/kabupaten/provinsi, DPR RI, dan DPD RI yang berstatus sebagai mantan koruptor.
Penulis: Angghi Novita
Editor: Nurul Huda