Tuturpedia.com – Kementerian Agama (Kemenag) menginisiasi pembentukan tim pencegahan konflik berdimensi agama. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib ketika memberikan sambutan pada Sosialisasi Kebijakan Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah di Bandung, Selasa (3/9/2024).
Pembentukan tim ini merupakan bentuk tindak lanjut dari Surat Edaran Sekjen Kementerian Agama (Kemenag) Nomor 22 Tahun 2024 tentang Percepatan Implementasi Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Agama yang terbit pada Jumat, 30 Agustus 2024.
“Kita mesti berkomitmen untuk segera membentuk Tim Pencegahan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan. Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap potensi konflik, terutama di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang dianggap paling rawan,” terang Adib.
Pada tahap awal, pembentukan tim ini akan dilakukan di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta terlebih dahulu.
Adib juga mengajak berbagai pihak supaya berkomitmen penuh dalam menjaga kerukunan dan stabilitas sosial selama rangkaian pemilihan kepala daerah (pilkada).
“Analisis dan laporan Kemenkopolhukam menyebut tingkat kerawanan pilkada lebih tinggi dibandingkan pilpres dan pileg. Untuk itu, DKI Jakarta dan Jawa Barat diharapkan dapat memulai pembentukan tim cegah konflik lebih awal dan cepat dibandingkan provinsi lain,” ungkap Adib.
Lebih lanjut, Adib mengungkapkan bahwa dalam surat edaran tersebut mengandung langkah-langkah yang akan ditempuh Kemenag untuk menerapkan sistem tersebut.
Pertama, Kemenag memberikan instruksi kepada Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten/Kota, hingga Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) untuk membentuk Tim Pencegahan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan.
“Pembentukan tim ini agar diselesaikan dalam waktu paling lambat satu bulan sejak surat edaran keluar hari ini,” kata Adib.
Kedua, tim tersebut akan melakukan tugas sesuai KMA Nomor 332 Tahun 2023.
Ketiga, penyusunan perencanaan program, kegiatan, dan anggaran oleh Tim Pencegahan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan. Selama proses penyusunan, dilakukan koordinasi berjenjang di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga kecamatan.
Sementara itu, sumber daya deteksi dini dan pencegahan konflik akan menyertakan penghulu dan penyuluh agama lewat bimbingan teknis serta pendidikan dan pelatihan lanjutan sesuai jenjang.
Penghulu dan penyuluh agama yang mengikuti pendidikan dan pelatihan tingkat lanjut dapat dilibatkan sebagai anggota tim di tingkat pusat, sedangkan bagi yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di tingkat menengah dilibatkan sebagai anggota tim di tingkat kabupaten/kota.
Terakhir, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama berperan membangun pusat data dan sistem informasi terpadu untuk peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan.
“Pak Menteri Agama berpesan agar potensi konflik dapat diatasi dengan membangun sistem peringatan dini yang efektif,” ucapnya.***
Penulis: Ixora F
Editor: Annisaa Rahmah