Tuturpedia.com – Kasus viral yang melibatkan pendakwah muda asal Jawa Tengah, Elham Yahya Luqman atau dikenal dengan sapaan Gus Elham, menuai kecaman luas dari publik. Aksi pria tersebut yang terekam mencium sejumlah anak perempuan di sebuah kegiatan keagamaan dinilai menyalahi batas etika dan hukum. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun angkat bicara dan menegaskan bahwa tindakan itu berpotensi melanggar berbagai undang-undang terkait perlindungan anak.
KPAI Tegaskan Ada Pelanggaran Hukum
Dalam pernyataannya, KPAI menyebut bahwa tindakan mencium anak-anak, meski tanpa kekerasan fisik, termasuk bentuk pelanggaran terhadap harkat dan martabat anak. Ketua KPAI, Ai Maryati Shalihah, menegaskan bahwa anak memiliki hak asasi untuk dilindungi dari segala bentuk pelecehan atau tindakan yang melanggar batas tubuh.
“Tindakan tersebut melanggar hak anak sebagaimana dijamin oleh Pasal 28B ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” ujarnya dikutip dari keterangan KPAI.
Selain itu, terdapat sejumlah regulasi lain yang dinilai dilanggar oleh Gus Elham. Antara lain Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Dampak Psikologis Tak Bisa Diabaikan
KPAI mengingatkan bahwa pelecehan terhadap anak, termasuk tindakan mencium tanpa izin, dapat menimbulkan trauma jangka panjang. Anak bisa mengalami kecemasan, kehilangan rasa percaya diri, bahkan gangguan tumbuh kembang secara mental maupun emosional.
“Interaksi dengan anak harus memperhatikan batasan aman. Anak-anak tidak boleh menjadi objek kedekatan yang justru berpotensi melanggar batas tubuh mereka,” tegas Ai Maryati.
KPAI juga menyoroti pentingnya edukasi masyarakat mengenai safe touch dan unsafe touch—pembelajaran tentang bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain.
Enam Rekomendasi KPAI untuk Pemerintah dan Masyarakat
Sebagai langkah konkret, KPAI mengeluarkan enam rekomendasi untuk mencegah kasus serupa terulang kembali:
1. Melakukan telaah kasus dan identifikasi pelanggaran hak anak agar tindakan serupa tidak dianggap lumrah.
2. Melaporkan ke pihak berwenang jika ditemukan indikasi pelanggaran terhadap hak anak.
3. Berkoordinasi lintas lembaga untuk memberikan pemulihan psikologis dan perlindungan kepada anak-anak yang terdampak.
4. Meningkatkan edukasi publik tentang interaksi aman dengan anak serta literasi digital yang ramah anak.
5. Menghentikan normalisasi perilaku yang melanggar batas terhadap anak, baik di lingkungan masyarakat maupun dunia maya.
6. Mendorong Kementerian Agama melakukan pembinaan terhadap dai dan penceramah, agar dalam kegiatan dakwah tetap menjunjung tinggi prinsip perlindungan anak.
Respons Gus Elham: Akui Khilaf dan Minta Maaf
Menanggapi sorotan publik, Gus Elham akhirnya buka suara. Ia mengaku khilaf dan meminta maaf atas tindakannya yang menimbulkan keresahan. Ia menegaskan tidak memiliki niat buruk terhadap anak-anak tersebut dan menyebut bahwa kejadian itu berlangsung di bawah pengawasan orang tua para anak yang hadir dalam pengajian rutin.
“Saya mohon maaf kepada semua pihak. Tidak ada maksud lain selain kasih sayang kepada anak-anak jamaah. Saya khilaf,” ujarnya.
Meski begitu, banyak pihak menilai bahwa permintaan maaf saja tidak cukup. Publik berharap ada proses hukum yang jelas agar kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat luas tentang pentingnya menjaga batas interaksi dengan anak di ruang publik.
Jangan Normalisasi Perilaku yang Salah
Kasus Gus Elham membuka diskusi besar di masyarakat soal batas antara kasih sayang dan pelanggaran terhadap anak. Di era media sosial yang serba cepat, tindakan yang terlihat sederhana bisa memiliki dampak besar, terutama bagi psikologis anak.
KPAI menegaskan, “Anak bukan objek kasih sayang yang bisa diperlakukan sesuka hati. Mereka harus dilindungi dari setiap bentuk kekerasan, baik fisik, verbal, maupun simbolik.”
Foto: Istimewa
