Tuturpedia.com – Viral aksi perundungan terjadi di Sorong, bocah 13 tahun diduga depresi hingga tutup usia.
Dikutip Tuturpedia.com dari akun Instagram @nenktainment pada Jumat (23/11/2023), aksi bullying melibatkan pelajar MTs terjadi di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Aksi perundingan tersebut sempat viral di media sosial.
Remaja berusia 13 tahun korban bullying mengalami depresi berat hingga harus melakukan pengobatan di RSUD Sele Be Solu sorong.
Sayangnya meskipun sudah menjalani perawatan intensif di RSUD, korban perundungan tersebut, Karen Kanaya Paays, justru meninggal dunia.
Saat ini keluarga korban sedang menuntut keadilan dan mempertanyakan bagaimana tindakan tegas dari pihak sekolah terhadap pelaku perundungan yang diperkirakan berjumlah 6 orang.
Menurut keluarga korban, pihak sekolah sejak awal sudah terkesan membela pelaku, bahkan korban, Karen, sudah pernah melaporkan aksi bullying tersebut kepada guru.
Sayangnya guru justru tak merespons dan mempedulikan laporan Karen. Sang guru justru membela pelaku perundungan tersebut.
Diketahui, kasus bullying di sekolah itu sebenarnya sudah sering terjadi, pasalnya Karen bukan hanya satu-satunya korban bullying di sekolah tersebut. Ada korban lain yang sebelum Karen yang akhirnya memilih untuk pindah sekolah.
Kronologi bullying ini bermula ketika Karen Kanaya Paays jatuh sakit hingga dilarikan ke RSUD Sele Be Solu Sorong pada Kamis, 17 Agustus 2023 lalu.
Karen sempat mengalami koma hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Mariana Paays selaku tante korban menjelaskan jika pihaknya ingin pihak sekolah untuk segera memproses dan menindaklanjuti secara internal.
Dia mengharapkan pihak sekolah untuk mengeluarkan pelaku yang sudah merundung keponakannya hingga depresi.
“Pihak keluarga meminta sekolah untuk keluarkan enam pelaku yang sudah melakukan bullying kepada anak saya hingga depresi,” ujar Mariana.
Namun, pihak sekolah justru hanya memberikan tindakan berupa hukuman skorsing lima hari kepada enam pelaku perundungan tersebut.
Tak hanya sampai di situ, diketahui jika pelaku hanya diberi pembinaan oleh pihak sekolah.
“Kok gampang sekali pihak sekolah buat sanksi skorsing lima hari dan bina anak, sementara anak kami kena bullying hingga depresi lalu meninggal,” jelas Mariana.
Dia juga mempertanyakan tindakan pihak sekolah kenapa ketika korban masih sehat tidak segera dilakukan tindakan sejak dini.
Hal tersebut menimbulkan kecurigaan dari pihak keluarga hingga mengira bahwa pihak sekolah bermaksud melindungi pelaku bullying.
“Hasil pemeriksaan di RSUD Sele Be Solu Sorong menunjukkan bahwa korban tidak ada riwayat penyakit dan korban murni mengalami depresi,” ungkapnya.
Berdasarkan informasi yang didapatkan pihak korban, keenam pelaku ini ternyata sering merendahkan korban karena kondisi ekonomi dan juga penampilan korban yang dinilai jelek.
Keluarga menemukan sebuah catatan dalam handphone milik korban yang berisi korban menyebutkan dirinya sering direndahkan dan diremehkan oleh teman-temannya. Bahkan, dalam notes tersebut korban menyebutkan satu per satu nama pelaku.
Pihak keluarga juga menjelaskan, pihak orang tua pelaku perundungan tersebut berupaya untuk menempuh jalur damai dengan memberikan sejumlah uang dan sebuah surat untuk ditandatangani. Surat dan uang tersebut sebagai bentuk dari kesepakatan damai.
“Bahkan orang tua dari pelaku yang telah pembullyan tersebut membuat surat damai untuk memberikan sejumlah uang ganti rugi, dan menyuruh tanda tangan di kertas itu agar bila terjadi sesuatu mereka tidak mau tanggung jawab” ujar Mariana.
Sampai saat ini, pihak keluarga korban masih mengharapkan keadilan agar pelaku mendapatkan sanksi yang diberikan oleh pihak sekolah berupa dikeluarkannya mereka dari sekolah.***
Penulis: Niawati
Editor: Nurul Huda















