Tuturpedia.com – Ketua BEM UI nonaktif, Melki Sedek Huang diskors usai terbukti melakukan kekerasan seksual.
Dikutip Tuturpedia.com dari berbagai sumber pada Kamis (1/2/2024), Universitas Indonesia (UI) memberikan sanksi administratif berupa skorsing akademik selama satu semester pada Ketua BEM nonaktif, Melki Sedek Huang.
Keputusan tersebut tercantum dalam surat keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024, di mana Melki dinyatakan terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan hasil pemeriksaan, alat bukti serta keterangan saksi terkait yang dihimpun oleh Satgas PPKS UI.
“Bahwa Sdr. Melki Sedek dengan Nomor Pokok Mahasiswa 1906363000 terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan hasil pemeriksaan, alat bukti, serta keterangan pihak terkait yang telah dihimpun oleh Satgas PPKS UI,” tulis SK dalam soal pertimbangan yang ditandatangani Rektor UI, Ari Kuncoro.
Selama skorsing tersebut, Melki dilarang untuk melakukan kontak dengan korban dalam bentuk apa pun.
Dia juga dilarang untuk aktif dalam organisasi kemahasiswaan dan berada di lingkungan sekitar kampus UI.
Selain itu, Melki wajib mengikuti konseling psikologis dan laporan hasil konseling menjadi dasar diterbitkannya surat keterangan bahwa Ketua BEM UI nonaktif itu telah menjalani sanksi.
Rektor UI pun memberikan hak pada korban atau pelaku untuk meminta dilakukan pemeriksaan ulang jika merasa keputusan tersebut tidak adil.
Sementara dinyatakan bersalah dalam kasus kekerasan seksual, Melki merasa keberatan atas keputusan tersebut.
Ia pun mengajukan surat keberatan dan memohon untuk diadakan pemeriksaan ulang pada Satgas PPKS UI.
“Menyikapi Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 tentang kasus yang dilaporkan pada saya, melalui surat terlampir saya menyatakan keberatan saya dan permohonan pemeriksaan ulang pada Satgas PPKS UI,” kata Melki dalam keterangan tertulis pada Rabu (31/1/2024)
Ada beberapa alasan dirinya merasa keberatan meminta pengajuan pemeriksaan ulang, di antaranya Melki merasa tak adanya transparansi dan adanya kejanggalan.
Dalam surat keberatan yang diajukan olehnya, ia mengungkapkan bahwa dirinya hanya dipanggil sebanyak sekali sepanjang proses investigasi. Selain itu, ia juga merasa dirinya tak dilibatkan dalam validasi bukti-bukti yang ada.***
Penulis: Niawati
Editor: Annisaa Rahmah