Jakarta, Tuturpedia.com — Harga emas dunia kembali menunjukkan tekanan signifikan pada perdagangan Rabu (5/11/2025) pagi. Data pasar spot pukul 06.32 WIB mencatat, harga emas berada di level US$3.934,51 per troy ons, turun dari level sebelumnya yang sempat stabil.
Fenomena ini digambarkan media internasional sebagai “babak belur” karena emas menghadapi tekanan yang kuat dari faktor eksternal yang disebut sebagai “musuh abadinya”. Meski istilah ini bersifat metaforis, analis pasar menilai penguatan dolar AS dan potensi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat menjadi faktor utama pelemahan emas.
“Jika tekanan ini berlanjut, harga emas berisiko menembus level psikologis US$3.900,” tulis laporan CNBC Indonesia sebelumnya.
Faktor Tekanan Harga Emas
1. Penguatan Dolar AS:
Emas cenderung kehilangan daya tarik ketika dolar AS menguat, karena aset ini dibanderol dalam dolar dan investor mencari imbal hasil lebih tinggi dari instrumen berbasis bunga.
2. Kenaikan Suku Bunga AS:
Investor semakin hati-hati memasuki emas karena suku bunga yang naik membuat obligasi dan deposito lebih menarik dibanding aset non-bunga seperti emas.
3. Sentimen Pasar Global:
Gejolak ekonomi dan ketidakpastian politik turut memengaruhi keputusan investor, sehingga tekanan jual emas semakin terasa.
Implikasi bagi Investor
Penurunan harga emas ini memberi sinyal bagi investor untuk lebih berhati-hati. Bagi yang ingin membeli, harga mendekati US$3.900 dapat menjadi peluang, namun risiko kerugian tetap ada. Sebaliknya, bagi investor yang memegang posisi panjang, momen ini bisa menjadi evaluasi untuk menyesuaikan strategi.
“Investor perlu memantau level support US$3.900. Jika tembus, koreksi harga emas bisa lebih dalam,” jelas analis pasar.
Prediksi ke Depan
Pasar emas diprediksi masih akan menghadapi volatilitas tinggi, terutama dipengaruhi keputusan bank sentral AS dan pergerakan dolar global. Analis menekankan pentingnya strategi manajemen risiko, termasuk diversifikasi portofolio, bagi investor yang ingin tetap eksposur pada emas.
Harga emas yang tengah tertekan ini menjadi pengingat bahwa aset safe haven sekalipun bisa menghadapi tekanan signifikan di tengah dinamika ekonomi global.















