Tuturpedia.com – Delegasi pelaku perfilman Indonesia yang ikut serta dalam gelaran Busan International Film Festival (BIFF) 2023 difasilitasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Hal ini dilakukan Kemendikbudristek dalam upaya memperkuat ekosistem perfilman Indonesia.
Sebagai informasi, gelaran BIFF merupakan festival film internasional pertama di Korea. Pertama kali diadakan pada 1996. Tahun ini menjadi penyelenggaraan yang ke-28.
BIFF juga menjadi salah satu festival film paling signifikan di Asia.
Kembali ke upaya Kemendikbudristek, Nadiem Makarim juga jelaskan bahwa beberapa tahun terakhir ini dari kementerian sudah bekerja sama dengan pelaku film Indonesia.
Demi membangun strategi dan ekosistem yang layak untuk mendukung prestasi dan kehadiran film maker serta karya-karya Indonesia di panggung dunia.
“Berbagai upaya fundamental telah kami lakukan untuk meningkatkan kualitas ekosistem perfilman. Misalnya, ada fasilitasi beasiswa non-degree bagi pelaku perfilman; dan Dana Indonesiana yang saya luncurkan sebagai Merdeka Belajar Episode ke-18, kini terbuka untuk dana padanan ko-produksi film internasional,” jelas Mendikbudristek, seperti dikutip Tuturpedia.com pada Senin (2/10/2023).
Indonesia menjadi sorotan khusus pada gelaran ini tidak lepas dari upaya gotong royong antara insan perfilman dan pemerintah.
“Program khusus untuk Indonesia pada BIFF 2023, merupakan salah satu hasilnya. Saya ucapkan selamat dan sukses bagi delegasi Indonesia di BIFF 2023,” kata Mendikbudristek.
Adapun bentuk fasilitas yang diberikan adalah travel grant untuk tim delegasi yang akan berangkat ke BIFF 2023 melalui Direktorat Perfilman, Musik dan Media (PMM).
Ada 50 orang yang terdiri dari sineas, panitia, pemerintah, dan media. Dari sineas Indonesia, ada 15 judul yang berkompetisi dan tayang di program fokus sinema Indonesia Renaissance of Indonesian Cinema.
Di antaranya adalah film panjang ’24 Jam Bersama Gaspar’ karya Yosep Anggi Noen yang berkompetisi di program Jiseok, dan film pendek ‘The Rootless Bloom’ karya Rein Maychaelson yang berkompetisi di Wide Angle.
Film yang tayang di program A Window on Asian Cinema
- ‘Sara’ karya Ismail Basbeth
- ‘Ali Topan’ karya Sidharta Tata
- ‘Women from Rote Island’ karya Jeremias Nyangoen
Film yang akan tayang di program Renaissance of Indonesian Cinema
- Serial ‘Gadis Kretek’ karya Kamila Andini dan Ifa Isfansyah
- Film pendek ‘Basri & Salma in a Never-Ending Comedy karya Khozy Rizal
- ‘Dancing Colors’ dari M. Reza Fahrinsyah
- ‘Laut Memanggilku’ karya Tumpal Tampubolon
- ‘Vania on Lima Street’ karya Bayu Prihantoro Filemon)
- ‘Where The Wild Frangipanis Grow’karya Nirartha Bas Diwangkara
- Film panjang ’24 Jam Bersama Gaspar’ karya Yosep Anggi Noen
- ‘Sara’ karya Ismail Basbeth
- ‘Perempuan Tanah Jahanam’ karya Joko Anwar
- ‘Posesif’ karya Edwin
- ‘Ziarah’ karya B.W. Purbanegara
- ‘What They Don’t Talk About When They Talk About Love’ karya Mouly Surya
Ahmad Mahendra selaku Direktur Perfilman, Musik dan Media Kemendikbudristek menjelaskan, dukungan fasilitas untuk film-film Indonesia di BIFF dan ACFM 2023 diharapkan akan membuat makin banyak karya Indonesia yang ditonton oleh penonton global.
“Dampak ini kemudian memberikan banyak dampak turunan seperti promosi film dan membuka kesempatan berjejaring dan koproduksi dengan berbagai negara. Memperkenalkan filmmaker muda Indonesia pada sirkuit dan pergaulan film global. Dalam misi kebudayaan tentu saja film-film Indonesia menjadi ‘juru bicara’ bagi Indonesia di panggung dunia selain mempromosikan banyak hal tentang keragaman budaya dan lokasi di Indonesia,” terang Mahendra.***
Penulis: Sarah Limbeng
Editor: Nurul Huda















