Indeks

Tren Doom Spending Dinilai Bisa Bikin Gen Z Miskin, Benarkah?

Mengenal tren doom spending yang ramai di kalangan gen Z. Foto: unsplash.com/shnipelson
Mengenal tren doom spending yang ramai di kalangan gen Z. Foto: unsplash.com/shnipelson

Tuturpedia.com – Tuturpedians, pernah nggak sih kamu merasa belanja bisa jadi cara yang ampuh buat ngilangin stres? Entah itu karena tugas kuliah yang numpuk, kerjaan yang bikin pusing, atau sekadar pengen reward diri sendiri. 

Nah, belanja memang bisa bikin hati senang, tapi kalau nggak dikontrol, justru bisa bikin kantong bolong, lho! 

Fenomena ini dikenal dengan istilah doom spending, yakni situasi saat kamu belanja terus-menerus buat lari dari stres dan kecemasan, tanpa mikirin dampaknya buat keuangan.

Tren ini mulai marak di kalangan gen Z dan sayangnya, kalau nggak hati-hati, kebiasaan ini bisa bikin generasi kita terjebak dalam masalah finansial serius. Yuk, kita bahas lebih lanjut kenapa doom spending bisa bikin miskin!

Apa Itu Doom Spending?

Pengertian doom spending. Foto: pixabay.com/gonghuimin468

Tren doom spending di kalangan anak muda adalah fenomena yang mulai banyak dibicarakan, terutama setelah masa pandemi dan meningkatnya tekanan sosial dan ekonomi. Istilah ini mengacu pada perilaku menghabiskan uang secara impulsif sebagai bentuk pelarian dari stres, kecemasan, atau ketidakpastian di masa depan. 

Anak muda, yang sering kali merasa terjebak dalam situasi sulit atau pesimis tentang masa depan, cenderung menggunakan belanja sebagai cara untuk meredakan perasaan tersebut, meskipun mereka sadar akan dampak negatifnya pada kondisi finansial mereka.

Fenomena doom spending ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, menghabiskan uang untuk pengalaman atau hiburan yang sifatnya sementara, hingga melakukan pembelian secara online secara terus-terusan. 

Doom Spending Jadi Bahasan Viral di Media Sosial

Doom spending ramai dibahas di TikTok. Foto: pixabay.com/webandi

Dilansir dari laman Mirror, Rabu (25/9/2024), rata-rata orang berusia 18-35 tahun memiliki utang senilai £2.250 (Rp37.987.774) dan lebih dari separuhnya lagi (sekitar 59 persen dari rata-rata tersebut) telah menghabiskan uang terlalu banyak untuk pasangan atau teman kencan karena tekanan media sosial

TikToker Maria Melchor @firstgenliving menjelaskan bagaimana kaum muda tampaknya selalu mampu membeli barang mewah dan liburan mewah meskipun ada krisis biaya hidup, dengan alasan bahwa hal itu “membantu mereka untuk terus bertahan” melalui masa-masa keuangan yang sulit. 

“Ketika orang tua bertanya kepada saya bagaimana orang muda mampu membeli barang-barang bagus yang bahkan tidak akan mereka beli sendiri, saya katakan kepada mereka bahwa itu karena kami tidak mampu membeli yang lain. Ketika rumah seharga satu juta dolar lebih kemungkinan besar akan didapatkan oleh pasangan yang lebih tua karena mereka pintar menawar, kami akan melepaskan delusi yang masih ada tentang kepemilikan rumah,” jelas Maria.

Pandangan pesimistis dari tren doom spending tersebut telah mendapatkan banyak dukungan dan video Maria telah ditonton hampir dua juta kali serta disukai lebih dari 220 ribu kali. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang Gen Z yang sekarang notabennya sedang menjadi target pengiklan. 

Sebuah studi oleh Economist menemukan bahwa orang muda lebih cenderung membeli produk yang mereka lihat di media sosial dan menggunakan opsi pembayaran cicilan. 

Buruknya lagi, sebuah penelitian baru mengatakan media sosial hanya berfungsi untuk memperkuat tekanan finansial pada orang muda dan membawa gen Z ke jurang kemiskinan.***

Penulis: Anna Novita Rachim

Editor: Annisaa Rahmah

Exit mobile version