Blora, Tuturpedia.com — Kenaikan fantastis dana reses bagi setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Rp400 juta menjadi Rp702 juta per anggota menuai kecaman keras dari berbagai elemen masyarakat. Minggu, (19/10/2025).
Kenaikan anggaran yang mencapai Rp702 juta ini dinilai minim transparansi dan akuntabilitas, memunculkan dugaan bahwa reses telah bergeser fungsi dari menyerap aspirasi publik menjadi sekadar ruang tambahan pendapatan bagi wakil rakyat.

Masa reses, yang secara ideal merupakan jembatan komunikasi antara wakil rakyat dan konstituennya di daerah pemilihan, kini dipertanyakan substansinya. Banyak pihak menilai makna reses telah bergeser jauh dari kepentingan rakyat, terindikasi dari ketiadaan laporan penggunaan dana yang transparan kepada publik.
Tokoh perempuan asal Blora, Yuni, secara tegas menyatakan kekecewaannya. Menurutnya, hingga saat ini masyarakat tidak pernah mengetahui secara pasti berapa total dana reses yang diterima setiap anggota DPR dan bagaimana dana publik tersebut dipertanggungjawabkan.
“Sampai saat ini, publik tidak pernah mengetahui secara pasti berapa besar dana reses yang diterima setiap anggota DPR maupun bagaimana penggunaannya,” ujar Yuni.
Lebih lanjut, Yuni mendesak agar praktik di pusat tidak diikuti oleh daerah. Pihaknya secara khusus meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blora untuk tidak ikut-ikutan menaikkan anggaran reses, menegaskan pentingnya efisiensi dan fokus pada kepentingan rakyat di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
“Sampai saat ini, masyarakat tidak pernah tahu secara pasti berapa besar dana reses yang diterima setiap anggota, dan bagaimana penggunaannya. Ini uang rakyat, seharusnya terbuka, dan bukan sebagai ‘gaji tambahan,” tegasnya.
Pihaknya juga mendesak DPRD Kabupaten Blora untuk segera membuka laporan pertanggungjawaban dana reses secara rinci dan dapat diakses, demi mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan setiap rupiah anggaran negara benar-benar digunakan untuk melayani kepentingan rakyat.
“Utamanya, infrastruktur, kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan penerangan jalan umum. Di kabupaten Blora masih banyak pekerjaan rumah yang harus di tuntaskan. Jangan jor-joran soal anggaran. Dan wajib ada digitalisasi informasi penggunaan anggaran yang dapat diakses masyarakat,” imbuhnya.
Terlepas dari itu, tentunya kritik ini mempertegas tuntutan publik terhadap DPR RI/ DPRD, agar segera membuka secara detail laporan pertanggungjawaban dana reses, guna memastikan bahwa kenaikan anggaran benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan sebagai ‘gaji tambahan’ yang tertutup.
Tanpa adanya transparansi yang jelas, kenaikan dana reses ini dikhawatirkan hanya akan memperlebar jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif.















