tuturpedia.com – Gunung Rinjani, salah satu destinasi favorit pendaki di Indonesia, kembali menyita perhatian publik usai insiden tragis yang menimpa seorang wisatawan asal Brasil, Juliana Marins (27). Peristiwa ini menyisakan duka mendalam dan menjadi pengingat serius soal pentingnya prosedur keselamatan di jalur pendakian.
Sabtu pagi, 21 Juni 2025, menjadi hari nahas bagi Juliana. Saat mendaki melalui jalur Cemara Nunggal menuju puncak Rinjani, Juliana sempat kelelahan dan memilih berhenti di salah satu titik. Namun, rombongan termasuk pemandu melanjutkan perjalanan ke atas. Ketika mereka kembali dan tidak menemukan Juliana, pencarian dimulai.
Sang pemandu kemudian melihat cahaya dari dasar jurang. Juliana diduga terpeleset dan jatuh ke jurang sedalam sekitar 600 meter. Tim SAR gabungan yang terdiri dari petugas Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Basarnas, EMHC, relawan, dan porter lokal melakukan evakuasi yang memakan waktu cukup lama karena medan yang sangat terjal dan cuaca buruk.
Evakuasi jenazah Juliana akhirnya berhasil dilakukan setelah lebih dari tiga hari dengan metode vertical lifting dan sistem flying camp. Proses itu memakan waktu 3,5 jam dengan tantangan kabut tebal, angin kencang, dan jalur yang nyaris vertikal.Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), Rahman, menegaskan bahwa dalam prosedur pendakian, pendaki yang mengalami kelelahan tidak boleh dibiarkan sendirian.
“Dalam sistem pendakian yang benar, ada namanya buddy system. Pendaki harus saling mendampingi, terutama ketika salah satu kelelahan. Harus ada yang menemani, bukan ditinggal,” ujarnya dilansir dari Kompas.com.
Selain itu, Rahman juga menekankan pentingnya prosedur STOP, yaitu:
– Stand (berhenti dan tenang)
– Think (evaluasi kondisi)
– Observe (pantau kondisi kesehatan dan lingkungan)
– Plan (ambil keputusan, apakah lanjut atau turun)
Jika setelah istirahat kondisi membaik, pendaki bisa melanjutkan perjalanan perlahan dengan didampingi. Namun jika tidak, keputusan terbaik adalah segera turun atau kembali ke pos aman.
Tragedi ini menjadi pengingat keras akan risiko tinggi di balik keindahan Gunung Rinjani. Jalurnya curam, cuacanya ekstrem, dan medan bisa berubah sangat cepat. Kelelahan bukan hal sepele. Ketika tubuh mulai lemah, fokus menurun, risiko kecelakaan pun meningkat drastis.
Sebagaimana dikatakan Rahman, “Pendaki, pemandu, maupun operator wisata harus lebih ketat dalam menjalankan SOP. Jangan hanya mengejar puncak, tapi abaikan keselamatan.”
Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, dan Juliana mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.