Tuturpedia.com – Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan akan melarang social commerce yang bernama TikTok Shop.
Zulkifli menjelaskan ada banyak keluhan yang diterima soal serbuan barang murah asing di Indonesia yang masuk lewat TikTok.
Keluhan tersebut tidak hanya dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) saja.
Saat ini, pemerintah sedang mengkaji peraturan terkait social commerce, salah satunya TikTok.
Diketahui peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Mendag mengatakan bahwa dirinya akan melaksanakan rapat bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) terkait revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020.
Pria yang biasa disapa Zulhas itu berujar bahwa rencana pelarangan bisnis media sosial dan e-commerce (social commerce) masuk ke salah satu pembahasan dalam rapat.
“Izinnya tidak boleh satu. Dia media sosial jadi social commerce, ini diatur. Apakah kita larang aja atau gimana, ini akan dibahas nanti,” kata Zulhas pada Senin (11/9/2023) di Hotel Vertu Harmoni, Jakarta.
“Saya nanti akan rapat di Mensesneg jam setengah 4, membahas termasuk revisi Permendag 50/2020,” tambahnya, seperti dikutip Tuturpedia.com pada Rabu (13/9/2023).
Meskipun begitu, ia tidak dapat memastikan kapan revisi Permendag tersebut akan terbit.
Ia menerangkan bahwa setidaknya terdapat empat poin utama yang direvisi dalam kebijakan tersebut.
Pertama, yaitu positive list yang isinya adalah daftar barang yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan untuk diimpor.
Barang impor yang dapat diproduksi di dalam negeri, tidak akan masuk ke positive list.
Poin kedua adalah aturan main perizinan, yang tidak memperbolehkan media sosial merangkap jadi e-commerce dengan izin yang sama.
“Izinnya nggak boleh satu. Dia media sosial jadi social commerce. Itu mati dong yang lain,” imbuh Zulhas.
Ketiga, yakni standar atau kriteria tentang barang impor. Mendag menekankan bahwa produk dari luar negeri harus memiliki standar agar tidak semata-mata bebas masuk tanpa ada aturan, termasuk asal-usul produk tersebut.
Keempat, nilai minimal belanja barang impor senilai US$100. Pemberlakuan hal ini supaya tidak mematikan produk lokal dengan harga yang rendah.***
Penulis: Ixora F.
Editor: Nurul Huda