Jateng, Tuturpedia.com – Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto meminta pemerintah segera menerbitkan aturan turunan dari UU 17/2023.
Tujuannya adalah agar ada payung hukum yang lebih teknis mengenai dokter dan tenaga kesehatan asing yang masuk ke Indonesia.
Hal tersebut disampaikannya langsung saat dihubungi Tuturpedia melalui WhatsApp, pada Jumat (31/05/2024). Dia menyarankan agar pemerintah merampungkan aturan sebelum mengizinkan WNA masuk.
“Jangan buru-buru. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 memang telah memperbolehkan dokter atau tenaga kesehatan warga negara asing (WNA) praktik di Indonesia. Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,” ucapnya.
Edy Wuryanto menyebutkan, memang belum sebanding rasio antara dokter dengan penduduk Indonesia.
“Menurut data Kementerian Kesehatan, rasio dokter umum baru 0,47 : 1000 penduduk. Idealnya adalah 1:1000. Belum lagi terdapat permasalahan distribusi,” jelasnya.
Dia menyampaikan, hal inilah yang menjadi salah satu dasar Kemenkes untuk membuka pintu dokter WNA masuk. Selain itu, kehadiran tenaga kesehatan asing ini dapat memacu tenaga kesehatan dalam negeri untuk berkompetisi dan meningkatkan kemampuan.
Bahkan, dirinya juga mengatakan adanya mobilisasi dokter atau tenaga kesehatan antar negara ini bukan hal yang baru.
“Di tingkat ASEAN sudah ada framework agreement of services yang memungkinkan pada 2025 dokter-dokter di ASEAN bergerak bebas antar negara di ASEAN. Sehingga yang diperlukan adalah kesiapan menghadapi mobilisasi dokter dan tenaga kesehatan ini,” ungkapnya.
Dia juga mengungkapkan adanya UU 17/2023, bisa menjadi peta jalan sekaligus pagar bagi Indonesia. Selain itu, pada Pasal 248 sampai 257 sudah diatur syarat WNA bisa praktik di Indonesia.
“Jadi, tidak semua diterima dan bebas menggelar praktik di Indonesia. Bahkan, saat menyusun UU ini, Komisi IX DPR RI sudah mempertimbangkan berbagai risiko dan melakukan mitigasi,” bebernya.
Menurutnya, WNA yang bisa praktik di Indonesia berlaku untuk dokter spesialis dan subspesialis serta tenaga kesehatan dengan tingkat kompetensi tertentu.
“Mereka harus dievaluasi secara administratif maupun kemampuan praktik. Evaluasi dilakukan oleh Kemenkes dan Kemendikbud serta melibatkan konsil dan kolegium,” jelasnya
Dia menyebut, ini menjadi langkah awal untuk menyaring kompetensi sesuai dengan standar kompetensi tenaga kesehatan di Indonesia sekaligus melihat track record di negara asalnya.
Dirinya pun menjelaskan bahwa setelah dinyatakan kompeten dari hasil uji kompetensi, maka WNA ini harus mengikuti adaptasi di fasilitas kesehatan.
“Dalam proses adaptasi ini mereka harus punya STR dan SIP. Yang tidak lulus uji kompetensi gimana? Ya kembali ke negara asalnya,” katanya.
Jika fasilitas kesehatan yang meminta, WNA bisa dapat izin praktik. “Faskes pun harus memberikan pelatihan Bahasa Indonesia agar mampu komunikasi dengan baik kepada pasien,” terangnya.
Dia juga mengungkapkan untuk dokter spesialis dan subspesialis dibatasi waktu praktik dua tahun dan dapat diperpanjang sekali.
“Fokus mereka adalah alih teknologi dan transfer ilmu pengetahuan. Dan, yang diutamakan adalah dokter dan tenaga kesehatan WNI,” tandasnya.
Terakhir, ia pun memberikan penegasan bahwa yang harus digunakan Kemenkes dalam membuka kesempatan dokter asing ini harusnya adalah keselamatan pasien.
Dengan begitu, masyarakat bisa terlindungi dari tindakan malpraktik yang merugikan. Selain itu, pemerintah juga perlu untuk selalu menjaga hubungan dengan dokter dan tenaga kesehatan WNI agar tidaak dianaktirikan.
“Ini semua merupakan amanah UU 17/2023,” tegasnya.***
Kontributor Jawa Tengah: Lilik Yuliantoro
Editor: Nurul Huda