Blora, Tuturpedia.com — Krisis solar bersubsidi di Blora kian terkuak di balik tabir gelap praktik penyalahgunaan BBM yang terstruktur dan merugikan masyarakat luas. Fenomena antrean kendaraan niaga yang mengular panjang di SPBU bukan sekadar masalah keterlambatan pasokan serta tingginya permintaan, melainkan dampak langsung dari operasi tersembunyi para mafia solar. Jumat, (07/11/2025).
Berdasarkan dari beberapa informasi masyarakat maupun awak media yang beberapa kali kerap melakukan investigasi, menemukan adanya aktivitas mencurigakan di beberapa gudang yang disamarkan, yang diduga menampung solar hasil “ngangsu” (membeli berulang kali dengan jeriken atau
tangki modifikasi, mobil pribadi atau pick up yang telah dimodifikasi secara khusus—dikenal sebagai “mobil hantu”—dengan tangki tersembunyi berkapasitas ratusan hingga ribuan liter) dari berbagai SPBU.
Solar yang sudah ditimbun dalam kapasitas ribuan liter ini disinyalir dijual kembali dengan harga tinggi kepada pihak yang seharusnya menggunakan Solar Non-Subsidi, seperti proyek konstruksi, Kapal, tambang, atau perusahaan industri.
Dugaan Kuat ‘Atensi’ Menjadi Kunci Keamanan Bisnis
Yang lebih mengejutkan, maraknya praktik ilegal ini disinyalir tak lepas dari aliran “atensi” atau uang pelicin yang mengalir deras demi mengamankan bisnis haram tersebut. Isu ini menguatkan dugaan masyarakat bahwa bisnis penimbunan solar seolah memiliki imunitas dari penindakan hukum.
“Bagaimana mungkin mobil-mobil modifikasi itu bebas beroperasi siang malam, pindah dari satu SPBU ke SPBU lain tanpa tersentuh? Pasti ada ‘atensi’ yang membuat mereka aman. Ini menyakiti kami, rakyat kecil, yang harus antre berjam-jam untuk mendapatkan Solar secukupnya,” ungkap Heri, seorang pedagang usaha kecil yang menggunakan roda empat, di Blora.
Penelusuran menunjukkan, aliran dana ini diduga menjadi “pelumas” agar kegiatan ilegal tersebut terus berjalan, bahkan setelah berulang kali menjadi sorotan publik dan media.
Dampak Nyata: Antrean Mencekik dan Perekonomian Lumpuh
Akibat dari ulah para penimbun bermobil modifikasi ini, Solar bersubsidi yang seharusnya menjadi hak masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro, menjadi langka.
Konsekuensinya adalah:
1. Antrean Mengular: Para sopir truk, petani, dan nelayan harus mengantre hingga berhari-hari, membuang waktu produktif dan meningkatkan risiko kecelakaan di jalan raya.
2. Biaya Hidup Meningkat: Kelangkaan solar memicu harga jasa angkutan dan logistik naik, yang pada akhirnya membebani harga kebutuhan pokok masyarakat Blora.
3. Hukum Tumpul: Munculnya dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum (APH) atau setidaknya pembiaran, merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum yang adil.
Sementara itu Salah satu warga berinisial BH di Blora, seperti dikutip dalam laporan investigasi, membenarkan adanya aktivitas mencurigakan dan penampungan solar ilegal di wilayahnya.
“Iya, Mas. di tempat itu memang dipakai tempat tampungan solar yang diambil dari SPBU menggunakan truk dan mobil. Tapi kami sebagai warga tidak berani mengkritik,” ujarnya.
Tuntutan Masyarakat: Transparansi dan Tindakan Tegas
Suara kekecewaan memuncak, menuntut pihak berwenang, khususnya aparat penegak hukum di Blora, untuk bertindak tegas dan transparan.
Hilangnya Kepercayaan masyarakat
Praktik penimbunan yang berulang kali terbongkar namun tidak menimbulkan efek jera, telah mengikis kepercayaan masyarakat terhadap integritas hukum.
Seruan ke Polda Jateng
Berbagai pihak, termasuk aktivis dan perwakilan masyarakat, berharap agar Polda Jawa Tengah turun tangan langsung untuk menindak tuntas seluruh rantai mafia solar ini, termasuk dugaan keterlibatan oknum.
Desakan Sanksi Maksimal
Masyarakat mendesak agar pelaku penimbunan dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan hukuman maksimal agar memberikan efek jera, serta mengembalikan hak rakyat atas subsidi energi.
Masyarakat Blora kini mendesak Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan Polres Blora untuk segera membongkar jaringan mafia Solar ini hingga ke akar-akarnya, termasuk mengungkap dan menindak tegas oknum yang disinyalir menerima “atensi” untuk melindungi kejahatan ini.
