Blora, Tuturpedia.com — Proses hukum atas kelalaian pekerjaan pembangunan proyek di PKU Muhammadiyah yang menewaskan lebih dari dua pekerja mendapat kritik pedas dari Ketua Umum DPP MBP Sidorejo Lawa Jawa Tengah, Budi Purnomo. Senin, (27/10/2025).
Ia, secara tegas menyoroti pengabaian terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dan mendesak aparat penegak hukum untuk memperluas jangkauan pertanggungjawaban pidana.
Menurut Budi Purnomo, kasus tragis ini seharusnya tidak hanya berhenti pada pelaksana lapangan, tetapi harus menjerat penanggung jawab tertinggi di proyek tersebut, bahkan hingga pemilik bangunan.
“Menurut pandangan hukum saya, pihak-pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban haruslah mencakup penanggung jawab utama proyek. Jaksa dapat menuntut Direktur Utama, Manajer Proyek, atau Pelaksana Lapangan, jika terbukti kelalaian mereka menyebabkan kematian,” ujar Budi Purnomo.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa sanksi juga bisa dijatuhkan kepada pemilik atau pengguna bangunan jika kelalaian dalam pemeliharaan yang mereka lakukan menyebabkan kecelakaan fatal. Tuntutan ini harus didasarkan pada ketentuan di UU Bangunan Gedung dan UU Cipta Kerja.
Penyidik dan Jaksa Dianggap Abaikan UU Cipta Kerja
Kritik Budi Purnomo semakin tajam ketika menyinggung sanksi yang diterapkan. Ia menyayangkan tuntutan yang diajukan penyidik dan jaksa dinilai telah mengabaikan sanksi berlapis yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
“Yang saya sayangkan di pasal dan tuntutan kelalalaian dalam pekerjaan pembangunan proyek di PKU Muhammadiyah yang mengakibatkan meninggalnya pekerja lebih dari dua orang. Penyidik dan jaksa telah mengabaikan UU Cipta Kerja yang sebagaimana ada pelanggaran tersebut dengan sanksi administratif dan sanksi pidana,” tegasnya.
Budi Purnomo merinci bahwa sanksi yang seharusnya dikenakan sangat beragam dan mampu memberikan efek jera, meliputi:
1. Sanksi yang Berlaku (UU Cipta Kerja):
administratif teguran tertulis, denda administratif, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara atau seluruh kegiatan usaha, pembatalan perizinan, hingga tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
2. Pidana Kurungan atau Denda (misalnya bagi yang tidak mendaftarkan pekerja), penjara bagi pelanggaran berat (maksimal 4 tahun untuk pelanggaran hak cipta komersial), dan denda Pidana.
“Penerapan sanksi administratif dan pidana dari UU Cipta Kerja secara komprehensif adalah kunci untuk menjamin keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya tragedi serupa. Kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengoreksi tuntutan dan menerapkan sanksi hukum yang seadil-adilnya,” tutup Budi Purnomo.
