banner 728x250

Singapura Hukum Gantung Napi Wanita, Pertama Sejak 20 Tahun Silam

Ilustrasi hukum gantung di Singapura. Foto: Freepik.com.
Ilustrasi hukum gantung di Singapura. Foto: Freepik.com.
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Singapura telah menghukum gantung narapidana (Napi) wanita bernama Saridewi Djamani (45) di Singapura. Hal ini berdasarkan keterangan Biro Narkotika Pusat (CNB), Jumat (28/7/2023) pagi.

Meskipun menuai protes dari kelompok hak asasi manusia, Singapura tetap melaksanakan hukuman gantung terhadap Saridewi Djamani.

Saridewi divonis hukuman mati pada tahun 2018 lantaran menyelundupkan 30 gram (1,06 ons) narkoba jenis heroin. Karena kasusnya, Saridewi Djamani  merupakan wanita pertama di Singapura yang dieksekusi mati selama hampir 20 tahun terakhir.

Dilansir Guardian, Singapura terakhir memberikan vonis mati bagi Napi wanita pada tahun 2004. Saat itu, penata rambut bernama Yen May Woen (36) dihukum gantung akibat perdagangan narkoba.

Komisi Global Kebijakan Narkoba, Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia, dan Amnesti Internasional telah mendesak pemerintah Singapura untuk menghentikan eksekusi bagi Saridewi. Namun, hukuman mati itu tetap dilakukan.

Di persidangan, Saridewi sempat berdalih tidak dapat memberikan pernyataan yang akurat kepada polisi karena tengah dalam kondisi sakau.

Namun, hakim pengadilan tinggi menolak pembelaannya dan mengatakan, Saridewi hanya menderita sakau ringan hingga saat ia memberikan pernyataan. Sehingga, hal tersebut seharusnya tidak mengganggu kemampuannya untuk memberikan pernyataan.

Saridewi merupakan orang kedua di Singapura yang dieksekusi mati. Dia juga tahanan ke-15 yang dieksekusi mati sejak pemerintah Singapura melanjutkan eksekusi mati pada Maret 2022. 

Eksekusi mati sempat dihentikan selama dua tahun selama pandemi. Tetapi pasca pandemi, Singapura rata-rata telah melakukan satu eksekusi per bulan.

Dalam sebuah pernyataan, Biro Narkotika Pusat Singapura (CNB) mengatakan, Saridewi diberikan proses hukum penuh berdasarkan hukum, dan diwakili oleh penasihat hukum selama proses berlangsung.

Akan tetapi, Komisi Global untuk Kebijakan Narkoba tetap menentang hukuman mati terhadap terpidana narkoba.

“Menerapkan hukuman mati untuk pelanggaran terkait narkoba bukan hanya hukuman yang sangat keras dan tidak proporsional, tetapi juga melanggar hukum hak asasi manusia internasional,” kata Komisi Global untuk Kebijakan Narkoba dalam sebuah pernyataan.

Senada, para aktivis beranggapan, menurut kondisi hukum internasional, hukuman mati hanya diterapkan pada kasus kejahatan yang paling serius, seperti pembunuhan yang disengaja.

Pemberitahuan eksekusi mati biasanya akan diinfokan kepada tahanan sekitar seminggu sebelum eksekusi mereka.  

Jelang eksekusi mati, para terpidana mati diizinkan untuk menerima tamu setiap hari. Akan tetapi, tetap bertemu di balik jendela kaca dan tidak diizinkan melakukan kontak fisik, termasuk dengan keluarga, ataupun orang yang mereka cintai.

Para terpidana mati juga diizinkan menjalani pemotretan dengan keluarga mereka untuk kenang-kenangan. Kerabat diperbolehkan membawa pakaian khusus untuk dikenakan oleh terpidana.

Penulis: Angghi Novita

Editor: Al-Afgani Hidayat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses