Tuturpedia.com – Sejumlah kelompok masyarakat sipil berkumpul untuk menggelar sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa, di Wisma Makara Universitas Indonesia (UI) Depok, Selasa (25/6/2024).
Mahkamah Rakyat Luar Biasa digelar untuk mengadili ‘nawadosa’ rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama hampir satu dekade.
Ada delapan penggugat dalam sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa. Dua di antaranya Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti dan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum UI, Alif Lathif. Sedangkan, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, Asep Komarudin, menjadi panitia Mahkamah Rakyat Luar Biasa.
Bivitri mengungkap alasan masyarakat menggelar Mahkamah Rakyat Luar Biasa, lantaran forum-forum resmi peradilan sudah tidak lagi berfungsi.
“Jadi, ini adalah alternatif untuk mencari keadilan. Biasanya ini dilakukan ketika forum-forum resmi keadilan gagal memberikan keadilan,” ujar Bivitri.
Sementara isu legislasi menjadi salah satu yang disorot karena Bivitri menilai, banyak aturan legislasi, Undang-Undang (UU), hingga berbagai peraturan, yang bukannya memberikan hak-hak masyarakat, tetapi malah mengambil hak-hak masyarakat.
Berbagai kebijakan dan tindakan lembaga negara belakangan ini, menurut Bivitri mencirikan legalisme otokratis, yakni menggunakan hukum untuk melegitimasi perbuatan penguasa.
“Banyak sekali tindakan pemerintahan Presiden Jokowi yang sebetulnya salah, kemudian dikasih justifikasinya melalui pembuatan UU, misalnya UU Cipta Kerja, UU Minerba yang enam hari selesai. Kita bisa tertawakan itu sebetulnya karena enggak ada di negara lain yang seperti itu. Kemudian ada UU IKN dan sebagainya,” sambungnya.
Bivitri juga menyoroti soal pelemahan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lewat Revisi Undang-Undang KPK.
“Revisi UU KPK itu efektif membunuh KPK, jadi ini memang isu yang luar biasa penting. Tentu, delapan isu Nawadosa lainnya juga sangat penting. Jadi, isu yang dipilih memang sudah betul karena kami ingin mengangkat isu yang selama ini terjadi, tapi diberi selubung legalisme itu. Padahal hukumnya tidak adil,” pungkasnya.
Dalam sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Presiden Jokowi sebagai tergugat tidak memenuhi panggilan untuk menghadiri sidang. Baik Jokowi maupun pemerintah tidak mengirimkan wakilnya untuk datang di tengah-tengah sidang rakyat kali ini.***
Penulis: Angghi Novita
Editor: Nurul Huda