banner 728x250
Ekobis  

Seperti Starbucks dan McDonalds, Brand Nestle Alami Penurunan Penjualan selama Boikot Israel

Nestle mengalami penurunan penjualan karena boikot produk pro-Israel. Foto: unsplash.com/filizelaerts
Nestle mengalami penurunan penjualan karena boikot produk pro-Israel. Foto: unsplash.com/filizelaerts
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Seruan boikot beberapa produk luar negeri yang beredar di media sosial makin meluas hingga mencantumkan puluhan nama perusahaan dan produk. Daftar ini mendorong pembeli untuk beralih ke alternatif lokal. Beberapa brand yang dicantumkan antara lain Starbucks, Mcdonalds, dan juga Nestle.

Pada kuartal pertama tahun 2024, brand Starbucks dan McDonalds telah lebih dulu mengumumkan penurunan penjualan setelah terjadinya kampanye boikot atas brand pro-Israel. Selanjutnya, di bulan Oktober 2024, giliran Nestle yang mengumumkan penurunan penjualan yang diakibatkan kampanye boikot tersebut. 

Nestle merupakan perusahaan multinasional Swiss yang dikenal dengan merek-merek seperti Nescafe dan KitKat. Brand tersebut telah melaporkan penurunan penjualan tahun ini, terutama karena boikot yang berkaitan dengan hubungannya dengan Israel.

Perusahaan ini telah menjadi target gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) karena kepemilikan raksasa makanan Israel Osem, yang diperoleh pada tahun 2016.

Akibat kerja samanya dengan Osem, brand makanan dan minuman tersebut mengalami penurunan jumlah penjualan produk di tahun 2024. 

Nestle mengungkapkan bahwa keraguan konsumen terhadap merek global, didorong oleh ketegangan geopolitik. Kondisi tersebut telah memperlambat metrik pertumbuhan internal (RIG) sebagai ukuran utama pertumbuhan volume penjualan tidak termasuk kenaikan harga.

Rig Nestle turun dari 2,2% pada kuartal kedua 2024 menjadi 1,3% pada kuartal ketiga tahun 2024. 

Penurunan metrik ini telah mengejutkan banyak pihak. Dikutip dari laman Invezz, Jumat (25/10/2024), Deutsche Bank mencatat bahwa perlambatan mencerminkan dampak boikot konsumen, terutama karena Nestle menghadapi tekanan dari gerakan BDS atas ikatannya dengan Israel. 

Sementara itu, Nestle juga melaporkan penurunan penjualan 2,5% tahun-ke-tahun, menjadi 67,1 miliar franc Swiss (Rp1.2 triliun), untuk sembilan bulan pertama tahun 2024.

Untuk mengatasi penurunan penjualan ini, Laurent Freixe, selaku CEO baru Nestle mengumumkan rencana perombakan kepemimpinan untuk meningkatkan efisiensi dan mempercepat pengambilan keputusan.

Restrukturisasi ini diharapkan dapat menciptakan dewan eksekutif yang lebih ramping, yang diyakini Freixe akan memungkinkan perusahaan untuk merespons lebih cepat terhadap tantangan dan peluang pemasaran di masa yang akan datang.***

Penulis: Anna Novita Rachim

Editor: Annisaa Rahmah