Tuturpedia.com – Siswi SMA Negeri 8 Medan bernama Mauliza Sari Febrianti tak naik kelas padahal termasuk berprestasi di sekolah.
Choki Indra selaku ayah dari Mauliza pun protes di depan kelas anaknya saat pembagian rapor pada Sabtu (22/6) lalu.
Dikutip Tuturpedia dari akun X @sosmedkeras pada Senin (24/6/2024) Choki protes lantaran menurutnya anaknya yang duduk di kelas 11 Mia 3 termasuk anak yang berprestasi dengan nilai yang bagus.
Bahkan pada rapor, gadis itu memperoleh nilai melampaui kriteria ketuntasan minimal atau KKM di beberapa pelajaran seperti pelajaran Agama Islam dan prakarya yang mendapatkan nilai A.
Adapun alasan pihak sekolah memutuskan Mauliza tinggal kelas ialah lantaran dirinya absen terlalu banyak.
Namun, dengan tegas sang ayah mengatakan jika anaknya hanya absen sebanyak 10% setahun dan itu tidak sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam Permendikbud.
“Anak saya berprestasi. Nilainya bagus, tinggal kelas, aneh. Alasannya karena absen. Sementara peraturan dari pemerintah dari Permendikbud ini 25% (absen) dari jumlah setahun. Jangan dikarang-karang,” ujar Choki.
Melanjutkan, Choki merasa anaknya tinggal kelas merupakan imbas pelaporannya ke Polda terkait kasus korupsi dan pungutan liar yang dilakukan kepala sekolah.
“Karena saya melaporkan kepala sekolah kasus korupsi dan pungutan liar ke Polda,” lanjutnya.
Sementara itu, Mauliza mengaku bahwa dirinya sempat dipanggil sebanyak tiga kali oleh Kepala Sekolah yang menanyakan soal ayahnya.
“Dua minggu lalu saya ditanya lagi, kayak mana saya bisa menolong kamu karena masalah absensi saya. Sedangkan absensi kehadiran itu 75% dari Kemendikbud dan tak hadirkan 25%. Tapi absensi saya masih 10%, tapi saya malah ditinggal kelas,” ujar Mauliza.
Sebelumnya, Choki memang sempat melaporkan kepala sekolah SMA Negeri 8 Medan atas dugaan pungutan liar.
Laporan itu bahkan mendapatkan balasan dari Polda Sumut melalui dikeluarkannya surat pemberitahuan perkembangan dumas yang diterbitkan pada 5 April 2024.
Choki mengaku alasannya melaporkan kepala sekolah ke Polisi lantaran dirinya sempat melapor ke dinas namun tak ada tindakan apapun dari pihak terkait.
“Saya melaporkan kepala sekolah ini karena peraturan menteri dan pemerintah dilanggar. Sebelumnya saya sudah melaporkan ke dinas, tapi tindakan itu tidak ada dan karena perbuatannya melanggar hukum, maka saya laporkanlah ke Polda atas dugaan korupsi dan pungutan liar,” jelasnya.
Ia juga mengatakan peraturan yang dilanggar oleh pihak sekolah itu merupakan Peraturan Menteri Pasal 3 Ayat 1A dan Ayat 2, di mana sekolah harus membuat RAPPS dahulu baru berhak mengutip uang SPP.
“Peraturan Menteri Pasal 3 ayat 1A dan ayat 2 itu mengatakan kepala sekolah harus membuat dulu RAPPS baru berhak mengutip uang SPP ternyata tidak ada (RAPPS),” paparnya.***
Penulis: Niawati











