Indeks

Sejarah Masjid Al Aqsa dari Masa Nabi Adam AS Hingga Rasulullah SAW

Inilah sejarah panjang dari Masjid Al Aqsa sejak masa Nabi Adam hingga Rasulullah saw. Foto: Pexels.com/Haley Black
Inilah sejarah panjang dari Masjid Al Aqsa sejak masa Nabi Adam hingga Rasulullah saw. Foto: Pexels.com/Haley Black

Tuturpedia.com – Hingga saat ini, Masjid Al Aqsa terus menjadi bagian penting bagi masyarakat muslim di seluruh dunia.

Dilansir Tuturpedia.com dari halaman visitmasjidalaqsa.com pada Kamis (2/11/2023), masjid yang memiliki luas 144.000 meter persegi atau sekitar 1/6 luas kawasan Yerusalem ini bahkan memiliki sejarah yang sangat panjang sejak zaman Nabi Adam AS.

Berikut sejarah Masjid Al Aqsa yang telah dirangkum khusus oleh Tuturpedia.com.

Sejarah Masjid Al Aqsa dari Zaman Nabi Adam AS Hingga Nabi Muhammad SAW

Masjid Al Aqsa merupakan kiblat pertama. Sampai sekarang, keberadaannya pun tetap signifikan meskipun sudah tak lagi jadi kiblat kaum muslim.

Pembangunan Masjid Al Aqsa dilakukan 40 tahun setelah Masjidil Haram di Makkah. Sementara itu, opini para cendekiawan dan sejarawan muslim masih terpecah perihal siapa yang membangun Masjid Al Aqsa. 

Ada yang beranggapan bahwa Nabi Adam AS lah yang mendirikan masjid ini, tetapi ada pula yang beropini bahwa pendirinya adalah Nabi Ibrahim AS.

Masjid Al Aqsa memang telah dikenal sebagai tempat ibadah pada masa Nabi Ibrahim AS dan keturunannya, Nabi Ishak AS dan Nabi Yaqub AS.

Saat Nabi Yusuf AS, putra Nabi Yaqub AS, menjadi penguasa di Mesir, ia meminta keluarganya pindah dari Palestina, yang kala itu dilanda kemiskinan.

Setelah itu, Masjid Al Aqsa pun dirawat oleh masyarakat setempat, yaitu warga Palestina, yang juga merupakan pengikut ajaran Nabi Ibrahim AS.

Sementara itu, bangsa Israel yang pindah ke Mesir kemudian menjadi budak dan menetap di sana selama sekitar empat abad. Mereka pun dibebaskan oleh Nabi Musa AS atas perintah Allah SWT.

Kemudian mereka tinggal di kawasan gurun pasir Sinai selama 40 tahun. Ketika Nabi Daud AS lahir, ia memimpin para pengikutnya pindah ke Palestina.

Setibanya di Palestina, Nabi Daud AS membangun kerajaannya dan mengendalikan Yerusalem.

Putranya, Nabi Sulaiman AS, membangun kembali Masjid Al Aqsa dengan bantuan masyarakat lokal. Ia juga membangun istananya di samping Masjid Al Aqsa.

Setelah Nabi Sulaiman AS wafat, kedua putranya membagi kerajaan jadi dua dan masing-masing memiliki ibu kotanya sendiri. 

Kedua kerajaan tersebut hanya bertahan sebentar, yaitu sekitar 200 tahun, dan raja terakhir di Yerusalem lengser sekitar tahun 586 atau 587 sebelum Masehi lantaran serangan Babilonia. Begitu bangsa Babilonia menguasai Yerusalem, Masjid Al Aqsa dihancurkan kembali. 

Hanya saja, kekuasaan Babilonia pun diambil alih oleh bangsa Persia, dan kepemilikan Masjid Al Aqsa terus berganti-ganti.

Tak hanya itu saja, masjid bersejarah ini juga terus-menerus dihancurkan, dibangun kembali, dan dihancurkan lagi oleh bangsa Romawi pada tahun 70 Masehi.

Setelah Kaisar Romawi, Konstantin, menjadi pemeluk agama Kristen atau pada periode 315 hingga 325 Masehi, masyarakat Romawi dan orang-orang yang tinggal di sana tak lagi menganggap Masjid Al Aqsa sebagai tempat suci untuk beribadah, termasuk kaum Yahudi.

Bahkan, Masjid Al Aqsa digunakan jadi tempat pembuangan limbah warga di kota selama beratus-ratus tahun kemudian.

Penggunaannya pun kembali ke asal – yaitu sebagai tempat ibadah – di era Rasulullah SAW dan kala sahabatnya, Umar bin Khattab RA, membebaskan Yerusalem.

Masjid Al Aqsa di Era Nabi Muhammad SAW

Sepanjang hidup Rasulullah SAW, Masjid Al Aqsa sangatlah khusus karena beberapa alasan.

Masjid Al Aqsa merupakan tempat penting nan bersejarah pada masa nabi-nabi sebelumnya. Mulai dari Nabi Adam AS, Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Isa AS, dan akhirnya Nabi Muhammad SAW.

Bahkan, Rasulullah SAW menghadap Masjid Al Aqsa sebagai kiblat saat beribadah hingga tahun kedua Hijriyah, atau antara tahun 623 hingga 624 Masehi.

Alasan berikutnya bisa dibilang merupakan momen paling penting mengapa Masjid Al Aqsa sangat penting bagi masyarakat Muslim.

Pasalnya, Masjid Al Aqsa menjadi tempat tujuan pada malam Isra’ dan menjadi titik keberangkatan perjalanan Mi’raj Rasulullah SAW ke surga.

Perjalanan Isra’ merupakan momen yang sangat penting, dan bahkan ada ayat di dalam Al Qur’an yang menggambar perjalanan suci tersebut.

Tepatnya di dalam Surat Al Isra ayat 1, yang artinya: “Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya) agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Umar bin Khattab yang merupakan khalifah kedua, datang dengan damai dan membebaskan Yerusalem tanpa ada pertumpahan darah sama sekali. Pada saat itu, ia datang ditemani oleh 40.000 sahabat.

Kedatangan Khalifah Umar disambut baik oleh masyarakat Yerusalem, yang segera mengakuinya sebagai penguasa.

Hanya saja, Khalifah Umar tidak menemukan tempat beribadah sama sekali ketika ia tiba di lokasi Masjid Al Aqsa (perkiraan di tahun 637 atau 638 Masehi).

Yang ia temukan justru sebidang tanah tandus yang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah oleh bangsa Romawi.

Ia lantas membuang sampah-sampah dengan tangannya sendiri dan memerintahkan pembangunan kembali Masjid Al Aqsa.

Sekitar tahun 691 atau 692 Masehi, Qubbatus Sakhrah alias Kubah Batu (Dome of the Rock) baru mulai dibangun oleh Abdul Malik bin Marwan. Ia adalah khalifah yang berkuasa dari tahun 685 hingga 705 Masehi.

Qubbatus Sakhrah dibangun di atas batu yang diyakini sebagai tempat Rasulullah SAW mengawali perjalanan Mi’raj-nya ke surga.

Qubbatus Sakhrah sangat terkenal akan warna kubahnya yang kuning keemasan. Melansir dari halaman Musim Hands, Qubbatus Sakhrah merupakan bagian dari kompleks Masjid Al Aqsa.

Sedangkan Masjid Al Aqsa memiliki kubah berwarna logam.

Pada tahun 1099 Masehi, kaum Muslim yang kalah di Perang Salib melarikan diri ke Masjid Al Aqsa untuk mengungsi. Hanya saja, para pengungsi tersebut lantas dibantai oleh para Tentara Salib di dalam masjid.

Masjid Al Aqsa pun diubah kegunaannya menjadi istana, hingga akhirnya diambil alih kembali oleh kaum Muslim di tahun 1187 Masehi di bawah kepemimpinan Salahuddin Al Ayyubi atau Saladin.

Salahuddin Al Ayyubi menguasai kembali Yerusalem dan Masjid Al Aqsa seperti halnya Umar bin Khattab. Ia juga tidak mengizinkan pembunuhan warga sipil ataupun tentara.

Begitu mengambil alih Masjid Al Aqsa, Salahuddin Al Ayyubi bahkan turut membersihkan sendiri tempat suci tersebut serta memercikkan air mawar.

Selama sekitar delapan abad, kaum Muslim kembali menguasai Yerusalem. Sepanjang periode tersebut, Yerusalem menjadi tempat yang aman dan makmur, dan Masjid Al Aqsa menjadi tempat belajar bagi para cendekiawan dari seluruh dunia.

Tak hanya itu saja, kaum Kristiani dan Yahudi juga hidup aman serta terlindungi. Hak-hak mereka dalam memeluk keyakinan masing-masing juga dihormati.***

Penulis: K Safira

Editor: Nurul Huda

Exit mobile version