Blora, Tuturpedia.com – Kasus dugaan salah tangkap pelaku pembuangan bayi yang disertai pemeriksaan intim paksa hingga merusak organ intim korban terus menuai kecaman keras dari berbagai pihak.
Tokoh aktivis perempuan sekaligus penulis asal Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Dewi Nur Halimah, menegaskan bahwa peristiwa tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang tidak bisa disederhanakan sebagai kesalahan prosedur biasa.
Kepada awak media, Sabtu (20/12/2025), Dewi menilai kasus ini sarat dengan kejahatan hukum yang dilakukan secara sistemik dan diduga melibatkan lebih dari satu pihak.
Ironisnya, hingga kini belum terlihat adanya pembahasan serius mengenai sanksi tegas terhadap oknum aparat yang terlibat dalam dugaan salah tangkap terhadap korban.
Menurut Halimah, sapaan akrabnya, aparat kepolisian telah bertindak ceroboh dan melakukan kesalahan fatal.
Ia menegaskan bahwa proses penangkapan tidak bisa dilakukan secara spontan, apalagi hanya berdasarkan asumsi atau dugaan tanpa bukti yang kuat.
“Penangkapan itu ada prosedurnya. Harus ada bukti permulaan yang cukup. Tidak bisa asal tangkap. Pertanyaannya, apakah ada bukti video anak itu membuang bayi? Siapa yang memfitnah? Semua harus jelas,” tegasnya.
Dirinya menambahkan, tindakan aparat tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, khususnya Pasal 17 yang menyatakan bahwa penangkapan harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup, serta Pasal 18 ayat (1) yang mewajibkan adanya surat tugas dan surat perintah penangkapan.
Pihaknya, juga menegaskan bahwa korban salah tangkap memiliki hak atas ganti rugi dan rehabilitasi nama baik, sebagaimana diatur dalam hukum. Salah tangkap tanpa dasar hukum yang kuat merupakan perbuatan melawan hukum oleh aparat negara dan tidak boleh dibiarkan tanpa pertanggungjawaban.
“Ini bukan sekadar kelalaian. Ketika tubuh dan martabat korban dilukai, apalagi melalui pemeriksaan intim paksa, maka negara wajib hadir untuk menegakkan keadilan,” pungkasnya.
