Tuturpedia.com – Nilai tukar rupiah melemah kembali, hingga menyentuh angka Rp16.400 per dolar Amerika Serikat (AS) di akhir pekan.
Dampak melemahnya rupiah atau depresiasi rupiah, salah satunya akan mendorong inflasi dari jalur importasi (imported inflation).
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dengan adanya biaya bagi negara-negara maju meningkatkan suku bunga, melalui kebijakan higher for longer, menciptakan capital outflow, dan menciptakan tekanan pada nilai tukar.
“Hal ini meningkatkan risiko imported inflation, yang harus terus diantisipasi, dan dikoordinasikan antara pemerintah dan bank sentral,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, Jakarta, 4 Juni lalu.
Ekonom Senior Samuel Sekuritas, Fithra Faisal ikut menyoroti tren pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS, yang makin menekan industri manufaktur nasional.
Pelemahan rupiah hingga ke level Rp16.400-an per dolar AS sangat tidak kondusif bagi para pelaku usaha.
Padahal, kurs rupiah di level Rp16.000 per dolar AS saja sudah sangat mendongkrak biaya produksi, dan operasional industri di Indonesia menjadi makin mahal.
Tentu, menurutnya, sejumlah sektor akan terdampak dengan imported inflation.
Misalnya dari input produksi, yang sebagian bahan masih mengandalkan impor. Maka tentu ada kewaspadaan pada sektor industri, akibat melemahnya nilai tukar rupiah.
“Bisa dilihat dari produsen yang saat ini membatasi produksi karena kalau pun mereka jual, pasti hasil produksinya akan mengalami pengurangan ukuran/isi/berat. Ini dikenal dengan istilah shrinkflation,” ujarnya di Jakarta, Selasa (18/6/2024).
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan kepada Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), agar memperkuat pengendalian inflasi melalui pengamanan produksi dan peningkatan efisiensi rantai pasok pangan, dan didukung oleh Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Upaya tersebut perlu terus dilakukan guna memitigasi berbagai risiko dampak ketidakpastian global dan perubahan iklim terhadap inflasi, termasuk inflasi pangan, sehingga inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) terus menurun dan tetap berada dalam kisaran sasaran 2,5±1% pada 2024-2027.***
Penulis: Angghi Novita
Editor: Nurul Huda