Tuturpedia.com – Pada Selasa (23/4/24) pagi nilai tukar Rupiah masih berada di nilai Rp16.244 per Dolar AS. Angka ini diketahui turun sebanyak 7 poin atau 0,04 persen yang awalnya sebesar Rp16.237 per Dolar AS.
Diketahui, aliran dana asing yang masih terus keluar dari pasar domestik turut mempengaruhi pelemahan Rupiah yang masih bertengger di atas Rp16.000 per Dolar AS.
Selain itu, jika melihat dari faktor-faktor pergerakan Rupiah saat ini masih dipengaruhi oleh sentimen eksternal dengan spekulasi bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed masih akan mempertahankan suku bunga tingginya untuk beberapa waktu ke depan.
Kabarnya, baru akan menurunkan suku bunga paling cepat September 2024.
Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, tentunya diperlukan tindakan Bank Indonesia di dalamnya. Seorang Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), Andry Asmoro mengatakan jika sebenarnya ada ruang bagi Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga demi menjaga kestabilitasan nilai tukar Rupiah.
Apalagi melihat dari The Fed yang masih belum terlihat ingin menurunkan suku bunga dalam waktu dekat, menambah penguatan Dolar AS terhadap nilai tukar uang dunia.
Terlebih lagi adanya konflik Timur Tengah yang semakin memanas juga dapat menaikkan harga komoditas terutama minyak mentah yang terus menerus. Sehingga berpengaruh pada tingkat inflasi di berbagai negara.
Karena kenaikan tingkat inflasi inilah yang membuat berbagai Bank Sentral dunia masih menerapkan tingkat suku bunga tinggi alias higher for longer.
“BI mungkin masih berpikir untuk hold dulu. Walaupun ruang naiknya ada, kalau memang Rupiah tembus Rp16.500 per Dolar AS dan outflow juga masih terus terjadi,” ujar Andry, Jakarta, Senin (23/4/24).
Ia juga membenarkan jika dalam perkiraan The Fed baru akan menurunkan tingkat suku bunga acuannya pada September 2024, dari yang semula diproyeksikan akan dilakukan pada pertengahan 2024.
Meskipun nilai Rupiah saat ini masih tergelincir di angka Rp16.244, Andry mengatakan jika pertumbuhan ekonomi nasional masih cukup stabil saat ini, dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang di level 5,1 persen.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Nurul Huda