banner 728x250

Revisi UU TNI, Bivitri Susanti: Potensi Hidupkan Kembali Dwi Fungsi ABRI dan Dominasi Militer di Jabatan Sipil

TUTURPEDIA - Revisi UU TNI, Bivitri Susanti: Potensi Hidupkan Kembali Dwi Fungsi ABRI dan Dominasi Militer di Jabatan Sipil
banner 120x600
banner 468x60

Jakarta, tuturpedia.com Pemerintah dan DPR tengah membahas revisi UU TNI atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang dinilai berpotensi mengubah peran dan batasan militer di ranah sipil.

Menurut Bivitri Susanti pengamat hukum tata negara (17/3), revisi tersebut memungkinkan prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil di 16 kementerian dan lembaga, serta memperpanjang masa dinas—hingga 58 tahun untuk Bintara dan Tamtama, 60 tahun untuk perwira, dan 65 tahun bagi prajurit dengan jabatan fungsional.

Bivitri Susanti menegaskan bahwa meskipun revisi UU TNI bisa dilakukan apabila diperlukan, aturan baru ini harus dipastikan tidak mengarah ke pemerintahan yang militeristik.

“TNI seharusnya fokus pada pertahanan dan pengelolaan alutsista, sesuai dengan pasal 30 UUD 1945, bukan terlibat dalam urusan politik, bisnis, atau keamanan dalam negeri yang menjadi ranah Polri,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa membuka peluang bagi prajurit aktif menduduki jabatan sipil bisa menghidupkan kembali dwi fungsi ABRI, yang sempat ditinggalkan setelah reformasi.

Sementara itu, Dimas Bagus Arya Saputra mengkritik perluasan peran TNI di jabatan sipil dengan menyatakan bahwa hal tersebut berisiko menimbulkan dominasi militer, munculnya loyalitas ganda, serta pengecualian bagi warga sipil dari posisi strategis.

“Keterlibatan TNI dalam jabatan sipil dapat mengikis demokrasi dan supremasi sipil. Prinsip meritokrasi dalam birokrasi harus dijaga, sehingga posisi-posisi penting di kementerian dan lembaga negara sebaiknya diisi oleh aparatur sipil yang profesional,” tegasnya.

Para pengamat juga menyoroti risiko bahwa revisi ini dapat membuka jalan bagi interaksi yang lebih intens antara militer dengan sektor bisnis, sehingga mengubah peran TNI yang seharusnya hanya sebagai alat negara di bidang pertahanan.

Kekhawatiran lain adalah potensi kembalinya era Orde Baru, di mana militer memiliki pengaruh besar dalam urusan pemerintahan.

Hingga saat ini, proses pembahasan revisi masih berlangsung di ruang sidang DPR dan forum koordinasi pemerintah.

Berbagai pihak menuntut agar perubahan undang-undang tersebut tidak mengganggu keseimbangan antara kekuasaan militer dan prinsip demokrasi, serta memastikan bahwa TNI tetap fokus pada tugas pokoknya di sektor pertahanan. (afp)