Tuturpedia.com – Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ahmad Zubaidi menekankan betapa pentingnya pemahaman para khatib terhadap sunnah-sunnah yang berkaitan dengan khutbah Jumat.
Pasalnya, pelaksanaan sunnah dapat menyempurnakan khutbah dan mendatangkan pahala meskipun pelaksanaannya tidak wajib.
“Sunnah-sunnah dalam khutbah ini penting dipahami oleh para khatib agar khutbah Jumat tidak hanya sah, tetapi juga sempurna. Salah satu sunnah tersebut adalah menyampaikan khutbah dari atas mimbar, yang menempatkan khatib lebih tinggi dari jamaah. Ini lebih baik, namun jika dalam keadaan darurat, khutbah dari depan jemaah pun tetap sah,” ujar Kiai Zubaidi pada Jumat (25/10/2024) ketika wawancara bersama MUI Digital.
Selain itu, Kiai Zubaidi juga menganjurkan khatib menghadap jemaah saat khutbah berlangsung, meskipun tidak diwajibkan, tetapi mengikuti sunnah ini lebih utama. Pasalnya, Rasulullah SAW dan para sahabat selalu menghadap jemaah ketika berkhutbah.
Disampaikan bahwa azan sebelum khutbah, menyampaikan khutbah dengan suara yang lantang, dan mengucapkan salam sebelum khutbah merupakan sunnah-sunnah lain yang disarankan dilakukan oleh para khatib.
“Suara khutbah yang lantang penting agar jemaah memperhatikan dan terhindar dari mengantuk. Salam sebelum khutbah juga menjadi tanda dimulainya khutbah Jumat,” imbau Kiai Zubaidi.
Disarankan pula supaya khutbah Jumat tidak terlalu panjang maupun pendek serta menganjurkan durasi khutbah pada rentang waktu sedang.
Menurutnya, khutbah yang terlalu panjang dapat menimbulkan jemaah lelah sehingga tidak fokus. Sedangkan khutbah yang terlalu pendek kurang menyampaikan pesan-pesan yang dibutuhkan.
Kiai Zubaidi menyebut, saat dalam posisi menyampaikan khutbah disunnahkan khatib memegang tongkat dengan tangan kiri dan duduk di antara dua khutbah dengan durasi yang sedang.
“Memegang tongkat adalah sunnah, namun tidak wajib. Duduk di antara dua khutbah juga sunnah dan durasinya sebaiknya tidak terlalu lama atau terlalu singkat,” tutur Kiai Zubaidi.
Terakhir, beliau menegaskan agar khutbah disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh para jemaah.
“Bahasa khutbah harus disesuaikan dengan pemahaman masyarakat. Jika bahasa yang digunakan terlalu sulit, jemaah bisa kesulitan memahami pesan yang ingin disampaikan,” ucapnya.***
Penulis: Ixora F
Editor: Annisaa Rahmah