Tuturpedia.com – Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris mengatakan, DPR akan memanggil Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan terkait rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menurut Charles, diskusi tersebut akan membahas teknis pelaksanaan KRIS dan soal iuran biaya yang harus dibayar peserta layanan.
“Kita akan menanyakan apakah iurannya akan dipatok sama bagi semua peserta. Karena tentunya masyarakat yang berada di Kelas III akan keberatan jika iurannya dinaikan. Begitu juga mungkin masyarakat di Kelas I jika iurannya diturunkan atau tetap sama, tetapi mendapatkan pelayanan di bawah yang biasanya didapatkan, tentunya juga akan keberatan,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Kendati demikian, pihaknya secara prinsip mendukung wacana penerapan KRIS untuk menggantikan kebijakan kelas 1, 2, dan 3, yang sebelumnya diberlakukan bagi peserta BPJS Kesehatan. Menurut dia, kebijakan ini sesuai dengan peraturan undang-undang.
“Secara prinsip kami mendukung lah, ya, adanya penerapan KRIS karena ini sesuai dengan amanat Undang-Undang SJSN, dan juga prinsip bahwa BPJS Kesehatan ini adalah kerja gotong royong. Jadi, masyarakat Indonesia yang mampu harus bisa membantu subsidi bagi yang tidak mampu,” imbuh Charles.
“Sehingga seluruh rakyat Indonesia bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, karena kita juga tentunya mendukung bahwa setiap warga negara harus bisa menjadi peserta BPJS Kesehatan,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang di dalamnya mengatur peningkatan mutu standar pelayanan melalui KRIS.
Perpres tersebut mengatur tentang standar kelas ruang rawat inap yang mencakup 12 kriteria.
Pasal 46A mensyaratkan kriteria fasilitas perawatan dan pelayanan rawat inap KRIS meliputi komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi, terdapat ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, termasuk temperatur ruangan.
Selain itu, penyedia fasilitas layanan juga perlu membagi ruang rawat berdasarkan jenis kelamin pasien, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.
Kriteria lainnya adalah keharusan bagi penyedia layanan untuk mempertimbangkan kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, penyediaan tirai atau partisi antartempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap yang memenuhi standar aksesibilitas, dan menyediakan outlet oksigen.
Perpres yang diteken Presiden Jokowi pada 8 Mei 2024 itu juga mengatur hak peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan perawatan yang lebih tinggi, termasuk rawat jalan eksekutif.
Kemudian, pada pasal 51 disebutkan ketentuan naik kelas perawatan dilakukan cara mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan pelayanan.
Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya pelayanan dapat dibayar oleh peserta bersangkutan, pemberi kerja, atau asuransi kesehatan tambahan.
Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dengan manfaat layanan di ruang perawatan kelas III.***
Penulis: Angghi Novita
Editor: Nurul Huda