Tuturpedia.com – Sebagian besar wilayah Indonesia pada bulan Agustus – September diprediksi akan memasuki puncak musim kemarau.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk waspada atas potensi terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) pada September 2023.
“September 2023 ini, cuaca untuk wilayah Indonesia masih sangat panas. Hal itu bisa menjadi salah satu penyebab munculnya karhutla. Tentu itu menjadi peringatan kita bersama untuk waspada dan siap siaga akan kejadian karhutla,” terang Raffles B Panjaitan selaku Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TAM LHK) Bidang Manajemen Landscape Fire pada Selasa (12/9/2023) di Jakarta.
Raffles menegaskan bahwa pihaknya sudah melakukan sejumlah upaya mitigasi kebakaran hutan.
Di antaranya ialah pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan; pengelolaan kawasan hutan dengan membuat sekat bakar, ilaran, dan sekat kanal; memetakan wilayah rawan kebakaran untuk ditangani; pengembangan hutan kemasyarakatan; pelatihan penanggulangan bencana untuk masyarakat dan pengembangan inovasi pengendalian karhutla.
Ia juga menerangkan bahwa dibutuhkan upaya dari berbagai pihak untuk mengurangi potensi kerawanan karhutla.
“Upaya yang dilakukan tersebut sangat mengurangi potensi kerawanan karhutla dengan kondisi cuaca karena dampak El Nino seperti 2015 dan 2019. Selain itu, upaya ini juga harus dilakukan bersama-sama oleh semua pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat luas, untuk mengurangi risiko dan dampak dari karhutla,” terang Raffles.
Diketahui luas karhutla di Indonesia mengalami kenaikan hingga 128.426,47 hektare (ha) bila dibandingkan dengan periode Januari – Agustus 2022.
Meski begitu, wilayah konvensional rawan karhutla menurun. Misalnya di Jambi mengalami penurunan 445 ha, Riau mengalami penurunan 1.592 ha, dan Sumatera Utara mengalami penurunan 4.535 ha.
“Selain itu, karhutla pada tahun ini terjadi di Kawasan Hutan (wilayah kelola KLHK) seluas 135.115,68 ha (± 50,4 persen) dan Areal Penggunaan Lain (APL) atau wilayah non kelola KLHK seluas 132.819,91 ha (± 49,6 persen) dari total luas karhutla di Indonesia,” jelas TAM LHK Bidang Manajemen Landscape Fire.
Diketahui provinsi dengan luas karhutla tertinggi, yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Selatan.
Luas karhutla di areal yang tidak berhutan didominasi oleh areal yang bervegetasi (±93,1%), dengan padang rumput atau savanna mempunyai luasan tertinggi hingga 74 ribu ha (± 28%), sehingga dilakukan penutupan lahan “belukar”, termasuk belukar rawa dan savana.
Melihat kondisi tersebut, Raffles mengimbau masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar.
“Oleh karena itu, diimbau untuk masyarakat pada kondisi ini salah satunya yaitu untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar khususnya pada areal penutupan lahan belukar, karena dampaknya akan sangat merugikan,” imbaunya.
Ia menerangkan, keberhasilan pengendalian karhutla dibutuhkan dukungan berupa kerja keras bersama melalui sinergi pencegahan dan penanggulangan karhutla, dengan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.
“Terima kasih banyak kepada mereka yang telah berjuang, bekerja keras, dan bekerja ikhlas selama ini. Apresiasi yang tinggi juga saya sampaikan kepada Manggala Agni, BNPB, TNI, POLRI, BMKG, BRIN, Pemda dan semua pihak yang terlibat aktif dalam pengendalian karhutla di Indonesia,” tambahnya.***
Penulis: Ixora F.
Editor: Nurul Huda