JAKARTA, Tuturpedia.com — Langkah berani Kejaksaan Agung (Kejagung) yang intensif menggeledah kantor Bea Cukai serta sejumlah rumah pejabat aktif maupun pensiunan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam beberapa pekan terakhir dinilai bukan sekadar “aksi dadakan”, melainkan bagian dari pembersihan struktural inti kerusakan keuangan negara.
Menurut Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), penggeledahan ini adalah hasil dari pola panjang yang diamati IAW selama lima tahun terakhir, di mana sedikitnya 40 entitas korporasi—mulai dari pabrikan, perbankan, hingga grup maskapai—sudah masuk radar penegakan hukum terkait dugaan korupsi perpajakan dan kepabeanan.
“Apa yang kita lihat hari-hari ini hanyalah puncak gunung es dari persoalan struktural yang sudah diperingatkan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dalam kurun 10 tahun terakhir,” tegas Iskandar. Rabu, (19/11/2025).
Mandeknya Kasus dan Kerugian ‘Gila’
IAW menyoroti lima area kerusakan struktural yang berulang, yaitu: koreksi fiskal yang tidak sesuai, restitusi pajak yang cacat prosedur, lemahnya pengawasan transfer pricing, penyalahgunaan celah tax amnesty, dan potensi kerugian berulang di sektor Bea Cukai.
Iskandar bahkan mengungkap informasi adanya lima kasus perpajakan besar yang sebelumnya “mandek” dan progres penanganannya tidak terpublikasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Range kerugian negara di sistem perpajakan terlalu gila untuk dibiarkan,” katanya. Kerugian ini bisa berasal dari manipulasi pajak korporasi, transfer pricing agresif, undervalue ekspor-impor, restitusi fiktif, hingga penggunaan fasilitas tax amnesty untuk ‘mencuci’ kewajiban lama.
Model Penindakan Kejagung yang Terbukti
IAW melihat pola konsisten di mana Kejagung kini sedang membenahi titik paling rawan tipikor dalam sistem pendapatan negara. Langkah ini sangat beralasan mengingat rekam jejak Kejagung yang terbukti mampu membongkar kasus korupsi sistemik dengan nilai kerugian jumbo yang sebelumnya dianggap “tak tersentuh,” seperti:
- Jiwasraya: Kerugian negara Rp 16,8 triliun.
- ASABRI: Kerugian negara Rp 22 triliun.
- BTS Kominfo: Kerugian negara Rp 8,2 triliun.
- Timah: Kerugian ratusan triliun, termasuk kerusakan ekologis dan ekonomi.
“Sangat masuk akal jika kini mereka masuk ke sektor perpajakan dan kepabeanan, karena itu sumber pendapatan negara terbesar yang selama dua dekade dijaga rapat oleh ‘tembok teknokratis’,” jelas Iskandar.
Reformasi Bukan Lagi Slogan
Penggeledahan rumah pejabat DJP oleh Kejagung menjadi sinyal kuat bahwa era “tak tersentuh” di sektor perpajakan dan Bea Cukai telah mulai runtuh di masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
IAW menilai, jika Kejagung konsisten membongkar semua lapisan, termasuk korporasi yang menggunakan loophole perpajakan sebagai model bisnis, maka pendapatan negara akan terdongkrak signifikan tanpa perlu menaikkan tarif.
“Kinerja seperti ini harus menjadi model pemberantasan korupsi era Prabowo, yakni berbasis data, tidak pilih kasih, dan menyasar kerusakan struktural, bukan sekadar individu kecil,” tutup Iskandar Sitorus. “Reformasi yang selama 20 tahun hanya menjadi slogan, kini akhirnya menyentuh jeroannya.”
