Tuturpedia.com – Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, mengumumkan pada Rabu (11/10) bahwa perusahaan patungan antara produsen mobil Malaysia, Proton, dan produsen mobil China, Geely, berencana mendirikan pabrik kendaraan listrik di Thailand.
Srettha menyampaikan berita ini saat mengadakan konferensi pers bersama Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, selama kunjungannya ke Kuala Lumpur.
“Mereka memiliki rencana untuk mendirikan fasilitas produksi kendaraan listrik di Thailand, dan saat ini kami sedang dalam tahap pertemuan untuk merinci langkah-langkah selanjutnya,” ungkap Srettha, seperti dikutip Tuturpedia.com dari Reuters (14/10/2023).
Meskipun belum ada informasi lebih lanjut, tampaknya ada perubahan dalam rencana Proton dan Geely terkait produksi kendaraan listrik.
Perlu dicatat bahwa Geely memiliki 49,9 persen saham Proton, sementara 50,1 persen sisanya dimiliki oleh DRB-Hicom.
Baru-baru ini, kedua pemilik tersebut menandatangani perjanjian kerja sama utama (MCA) yang berkomitmen untuk menginvestasikan 32 miliar ringgit guna menjadikan Malaysia sebagai pusat produksi dan ekspor.
Keputusan Geely untuk mendirikan pabrik kendaraan listrik di Thailand tampaknya berbeda dari pemberitaan sebelumnya pada Agustus yang menyatakan bahwa semua rencana terkait hal ini telah dibatalkan.
Selain itu, Proton telah menandatangani memorandum of agreement (MoA) dengan smart Automobile untuk menjelajahi peluang perakitan kendaraan smart di Tanjung Malim.
Pada saat itu, Proton menjelaskan bahwa kolaborasi ini bisa membantu perusahaan memahami cara merakit kendaraan listrik secara lokal.
Thailand berupaya mempertahankan momentum pengembangan kendaraan listrik (EV)
Dengan memberikan insentif dan manfaat pajak kepada produsen mobil yang ingin mendirikan pusat penelitian dan pengembangan (R&D) kendaraan listrik.
Tujuannya adalah untuk membangun keberhasilan awalnya sebagai pemimpin regional dalam industri EV.
Thailand adalah ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara dan telah menjadi produsen mobil dan pengekspor terbesar di wilayah ini, terutama didominasi oleh produsen Jepang seperti Toyota, Isuzu, dan Honda selama beberapa dekade.
Dikutip dari laman resmi Reuters (14/102023), Thailand telah menetapkan target untuk mengubah sekitar 30% dari produksi kendaraan tahunan sekitar 2,5 juta unitnya menjadi kendaraan listrik pada 2030.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah memperkenalkan insentif untuk mendorong lebih banyak investasi dan konversi ke manufaktur kendaraan listrik.
“Kegiatan penelitian dan pengembangan adalah salah satu prioritas utama kami karena kami ingin memperkuat daya saing kami,” kata Narit Therdsteerasukdi, sekretaris jenderal Dewan Investasi Thailand.
Produsen mobil yang berkomitmen untuk berinvestasi dalam R&D di Thailand akan mendapatkan keringanan pajak dan hibah.
Insentif tambahan tersedia jika produsen ini memutuskan untuk memindahkan markas regional mereka ke Thailand. Nilai pasti dari dukungan keseluruhan tidak dijelaskan.
Beberapa produsen mobil Tiongkok telah berkomitmen untuk investasi besar di Thailand.
Salah satunya adalah BYD yang berencana untuk menginvestasikan hampir $500 juta untuk memproduksi 150.000 kendaraan listrik setiap tahun di negara tersebut.
Inisiatif ini mencerminkan tekad Thailand untuk menjadi pemain kunci dalam pasar kendaraan listrik yang sedang berkembang.***
Penulis: Muhamad Rifki
Editor: Nurul Huda