Indeks

Profil Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Berkuasa Lebih dari 10 Tahun

Profil Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Foto: Anadolu Ajansi
Profil Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Foto: Anadolu Ajansi

Tuturpedia.com – Di tengah kekacauan yang terjadi antara Palestina dan Israel, tentu seorang pemimpin negara turut menjadi sorotan, yaitu Presiden Palestina bernama Mahmoud Abbas, presiden kedua yang menggantikan Yasser Arafat.

Mahmoud Abbas juga disebut sebagai Abu Mazen, merupakan politisi Palestina yang pada awalnya menjabat sebagai Perdana Menteri Otoritas Palestina pada 2003.

Abbas tergabung dalam Partai Politik (Parpol) Fatah dan memegang peran penting untuk membangun jaringan dan kontak perdamaian Palestina.

Profil Mahmoud Abbas

Dilansir Tuturpedia.com dari laman Britannica (30/10/2023), Mahmoud Abbas lahir pada 1935 di Safed, Palestina yang kini masuk ke dalam kota di Israel.

Selama perang Arab-Israel pada 1948, Abbas bersama keluarganya pergi ke Suriah. Di sana, keluarganya berstatus sebagai pengungsi, tetapi Abbas berhasil meraih gelar sarjana hukum di Universitas Damaskus, Suriah.

Kemudian pada 1950-an, Abbas bergabung dengan layanan sipil Qatar, lalu membangun jaringan individu dan kelompok Palestina.

Singkat cerita, pada 1961, Mahmoud Abbas direkrut oleh Yasser Arafat menjadi salah satu anggota kunci awal Fatah hingga mendominasi Organisasi Pembebasan Palestina atau Palestine Liberation Organization (PLO).

Abbas pun menjadi kepala departemen internasional PLO pada akhir 1970-an, yang juga perannya menjalin hubungan dengan kelompok-kelompok perdamaian Israel.

Pada 1982, Abbas menyelesaikan disertasinya tentang nazisme dan zionisme, lalu ia dianugerahi gelar doktor dalam bidang sejarah di Institut Studi Oriental, Moskow, Rusia.

Lebih lanjut, pada awal 1990-an, Abbas membuat strategi negosiasi Palestina di Konferensi Perdamaian Madrid 1991 dan di dalam pertemuan rahasia dengan Israel di Norwegia.

Berdasarkan Perjanjian Oslo 1993, Israel dan Palestina saling mengaku satu sama lain, yakni Israel menyerahkan beberapa fungsi pemerintahan di Tepi Barat dan Jalur Gaza kepada Palestina.

Abbas yang menjadi anggota senior delegasi Palestina dalam Perjanjian Perdamaian Camp David 2000, menentang pemberontakan Palestina yang penuh kekerasan hingga dikenal sebagai intifada kedua (melepaskan diri).

Tiga tahun kemudian, setelah tekanan internasional semakin kuat, Mahmoud Abbas ditetapkan menjadi Perdana Menteri Palestina untuk menghindari Arafat yang dianggap menghalangi perdamaian oleh Israel dan Amerika Serikat.

Kala itu, Abbas mengecam terorisme sekaligus menyerukan akhir dari intifada melawan Israel. Akibatnya, ia mengundurkan diri dari jabatannya dengan alasan persinggungan Israel, Amerika Serikat, dan Arafat.

Diangkat Menjadi Presiden

Setelah kematian Yasser Arafat pada November 2004, Abbas beralih menjadi ketua Palestine Liberation Organization (PLO).

Membuatnya mudah untuk memenangkan pemilihan presiden pada 2005, dia meraih lebih dari 60% suara dan berhasil jadi Presiden Palestina selama empat tahun masa jabatan.

Sementara itu, Abbas justru menjabat lebih lama dari periode yang ada, sebab pemilihan pengganti sudah berulang kali mengalami penundaan.

Selama tugasnya menjadi Presiden, Abbas menerima kritikan karena ia dinilai tidak mampu dalam mengelola urusan dalam negeri untuk memajukan proses perdamaian dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Di sisi lain, ia terus mencoba memajukan negara Palestina lewat sejumlah pihak.

Mengapa Presiden Palestina Tidak Melawan Israel?

Dikutip Tuturpedia.com dari Al Jazeera (11/10/2023), Palestina telah kehilangan kekuasaan mereka setelah Hamas memenangkan pemilihan parlemen pada 2006.

Saat itu, Hamas mengambil alih Jalur Gaza. Hamas menolak mengakui Israel, dan berkampanye dengan platform anti korupsi dan anti Barat.

Melalui serangan yang masih terjadi saat ini, politik antara partai Fatah dan Hamas menjadi terpecah, masing-masing berkuasa di Tepi Barat dan Gaza.

Kedua wilayah menjadi sangat berbeda, yakni Fatah Palestina mendapat pengakuan serta dukungan secara internasional, sementara Gaza di bawah kendali Hamas dianggap teroris oleh pihak Barat.***

Penulis: Annisaa Rahmah

Editor: Nurul Huda

Exit mobile version