Tuturpedia.com – Profesor Eddy Hiariej, seorang ahli dalam kasus kopi sianida pada 2016 menceritakan video yang beredar terkait paksaan Irjen Krishna Murti kepada Jessica Wongso untuk mengakui perbuatannya sebagai pemberi racun sianida terhadap mendiang Mirna.
Cerita itu Prof. Eddy sampaikan melalui YouTube Deddy Corbuzier yang diunggah pada (10/10/2023), menurutnya hal itu tidak benar.
Bahwasanya itu berawal dari pertanyaan Jessica kepada Krishna Murti ketika hendak melakukan gelar perkara.
Sebab, kata Prof. Eddy lebih tepatnya di menit keenam ia berbicara di podcast Deddy Corbuzier, polisi begitu hati-hati saat menangani kasus yang heboh di masyarakat pada 2016 lalu.
“Saya kira tidak benar, jadi saya harus mengatakan bahwa satu, polisi sangat ekstra hati-hati menangani kasus ini ya, buktinya apa, gelar perkara itu dilakukan berkali-kali sampai pada atasan yang tertinggi di Polri, dalam hal ini adalah Kapolri,” ungkap Profesor Eddy Hiariej.
Selanjutnya, ia menerangkan bahwa jaksa tidak secara langsung menerima berkas kasus yang ada begitu saja.
Ada dua kali pengembalian berkas dan koordinasi selama lebih dari lima kali.
Pada saat itu, jaksa mengeluarkan P21 yang artinya pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap.
Artinya seluruh barang bukti dan tersangka diserahkan ke jaksa pada hari terakhir. Sehingga menurut Prof. Eddy, ini tidak sembarangan dilakukan.
Dia menambahkan, kala itu Polri juga didampingi oleh tim ahli dalam melakukan investigasi kasus ini agar tidak serampangan, mengingat kasus ini mendapatkan perhatian publik.
“Yang terjadi adalah ketika akan gelar perkara, Jessica itu bertanya kepada Krishna Murti, apa yang terjadi kalau seandainya saya tidak mengakui dan lain sebagainya, ya Krishna Murti pun menyampaikan apa adanya, ya itu terserah kamu, kalau kamu tidak mengakui maka kamu dianggap berbelit-belit, dan bisa menghambat lah dalam persidangan, dianggap yang memberatkan. Tapi kalau kau mau mengakui, ya semuanya mudah,” ujar Prof. Eddy kepada Deddy Corbuzier.
Ketika Eddy Hiariej Diminta Jadi Ahli
Sebelum menjelaskan seputar Irjen Krishna Murti dan Jessica Wongso, Prof. Eddy juga bercerita ketika ia diminta oleh Polda Metro Jaya, tepatnya Krishna Murti untuk menjadi ahli dalam kasus kopi sianida 2016.
Dia mengatakan kala itu ia tidak langsung menyetujui, lantaran kasus tersebut menjadi perhatian banyak masyarakat dan kasus ancamannya yang bisa dikatakan bukan hal yang ringan.
“Saya tidak langsung menjawab iya, mengapa? Ini satu kasus kontroversi, dua dia mendapat perhatian publik yang sangat luas dan yang ketiga ini yang membuat saya ekstra hati-hati, kasus ini ancamannya nggak main-main, pidana mati,” ucap Prof. Eddy.
“Saya tidak mau kalau saya kemudian serampangan memberikan keterangan, ini kan bisa berdampak. Oleh karena itu sebelum saya mengiyakan akan sebagai ahli, saya meminta untuk diperlihatkan keterangan ahli lainnya, diperlihatkan sembilan CCTV, diperlihatkan keterangan saksi, termasuk hard evidence,” tambahnya.
Kemudian Deddy Corbuzier bertanya seperti apa bukti kuatnya (hard evidence), lalu Eddy menjawab, “seperti mesin pembuat kopi, gelas, kemudian apa namanya segala sesuatu yang diperoleh dari TKP (tempat kejadian perkara), itu ada 30 jenis ya, ada 30 yang hard evidence,” jelasnya.
Tentang Jessica Tanpa Saksi Saat Menuang Sianida
Selain itu, Prof. Eddy menyampaikan terkait perkara pidana, yang di dalamnya tidak ada deretan alat bukti tidak bisa dikatakan bahwa saksi mata lebih tinggi dari yang lain.
Prof. Eddy menyebutkan direct evidence, yang dikutip Tuturpedia.com dari laman Kraut Law Group Criminal & DUI Lawyers artinya bukti berupa kesaksian saksi mata mengenai sesuatu yang benar-benar dilihat.
Kemudian salah satu lainnya yang ia sebutkan adalah real or physical evidence, dilansir laman FindLaw, adalah bukti nyata atau bukti fisik yang terdiri dari benda-benda material yang terlibat dalam suatu kasus, dalam kata lain hal-hal yang secara fisik dapat disentuh atau diperiksa oleh hakim.
“Ini yang kita sebut dengan istilah direct evidence, bahasa awamnya mengatakan saya lihat dengan mata kepala sendiri atau eyewitness saksi mata. Tetapi kan ada 6 jenis bukti lainnya, artinya saya ingin mengatakan bahwa yang namanya eyewitness saksi mata atau direct evidence ini hanya sepertujuh, masih ada testimonium evidence termasuk di dalamnya adalah scientific evidence,” lanjutnya.
“Ada yang namanya substitute evidence, ada yang namanya documentary evidence sampai demonstrative evidence lalu kita sampai pada apa namanya demonstrative evidence dan yang terakhir yang tadi sudah saya singgung, real or physical evidence ini adalah hard evidence ada 30 jenis. Dan inilah yang membuat bukti itu menjadi terang, bahwa Jessica adalah pelaku meskipun tidak ada saksi mata,” tutur Prof. Eddy.***
Penulis: Annisaa Rahmah
Editor: Nurul Huda