Tuturpedia.com – Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (MHH PP) Muhammadiyah menuntut kepada Anwar Usman untuk mundur dari jabatannya sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini demi menjaga marwah dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi, serta mengembalikan kepercayaan publik kepada MK RI.
Dalam keterangan resmi yang diterima Tuturpedia, Rabu (8/11/2023), MHH PP Muhammadiyah mengatakan, Anwar Usman telah melanggar kode etik hakim saat memutuskan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres.
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno menjelaskan, hal yang dilakukan Anwar Usman tergolong sebagai pelanggaran etik berat.
“Pelanggaran etik berat seharusnya dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim konstitusi,” ucapnya.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Menyayangkan Putusan MKMK
MHH PP Muhammadiyah memberikan apresiasi kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang telah bekerja cepat dalam menyelesaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh sembilan hakim konstitusi.
“Kami menghormati putusan MKMK yang menjatuhkan sanksi teguran lisan terhadap 9 orang anggota hakim konstitusi karena terbukti tidak dapat menjaga keterangan rahasia dari Rapat Permusyawaratan Hakim sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan,” tandasnya.
MHH PP Muhammadiyah juga menghormati putusan MKMK yang menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim konstitusi Arif Hidayat yang terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim karena membuka informasi tentang pemeriksaan yang seharusnya hanya diketahui oleh hakim yang mengikuti Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Meskipun menghormati putusan MKMK, Muhammadiyah tetap menyayangkan putusan MKMK yang “hanya” menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian Anwar Usman dari Ketua MK. Padahal, mestinya Anwar juga harus didesak mundur sebagai Hakim MK.
Sembilan Hakim Harus Bersikap Negarawan
Jatuhnya putusan MKMK terhadap sembilan hakim konstitusi membuktikan adanya pelanggaran etika karena konflik kepentingan di MK.
Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa sembilan hakim tersebut bukanlah sosok negarawan.
Untuk itu Muhammadiyah meminta sembilan Hakim MK wajib untuk menunjukkan sikap negarawan pasca keputusan MKMK.
Sembilan hakim juga harus mengembalikan kewibawaan, keluhuran, dan marwah Mahkamah Konstitusi melalui putusan dan sikap-sikap lainnya yang tertuang dalam Sapta Karsa Hutama (pedoman dan kode etik hakim MK).***
Penulis: Angghi Novita
Editor: Nurul Huda