Semarang, Tuturpedia.com —Polda Jawa Tengah turun tangan menelusuri kasus penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang mencatut wajah sejumlah siswi dan seorang guru dari SMA Negeri 11 Semarang ke dalam video serta foto tak senonoh yang beredar luas di media sosial.
Kasus ini mencuat setelah muncul unggahan bertajuk “Skandal Smanse” di beberapa platform digital, yang menampilkan wajah korban dalam konten cabul hasil manipulasi AI. Unggahan tersebut sontak menuai kecaman dari masyarakat, termasuk pihak sekolah dan orang tua siswa.
Pelaku Diduga Alumni
Berdasarkan penelusuran awal, pelaku disebut merupakan alumni SMAN 11 Semarang yang telah lama tidak bersekolah di sana. Ia menggunakan teknologi AI untuk memanipulasi wajah siswi dan guru dalam konten berbau pornografi, lalu menyebarkannya melalui akun media sosial pribadinya.
Salah satu sumber internal menyebut, pelaku bahkan menyimpan ratusan hasil editan AI sejak tahun 2023. Sejumlah siswi dan guru menjadi korban pencatutan wajah tanpa izin.
“Pelaku ini sudah bukan siswa aktif. Namun yang ia lakukan sangat meresahkan karena mencoreng nama sekolah dan membuat trauma banyak pihak,” ungkap seorang guru yang enggan disebutkan namanya, Senin (20/10/2025).
Korban Diminta Segera Lapor Polisi
Menanggapi kasus ini, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsiber) Polda Jawa Tengah memastikan tengah melakukan pemantauan intensif. Polisi mengimbau agar para korban segera melapor agar proses hukum dapat berjalan.
“Kami mendorong korban untuk membuat laporan resmi agar bisa kami tindaklanjuti. Kalau tidak ada laporan, kami hanya bisa melakukan pemantauan,” ujar Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Satake Bayu, dikutip dari Kumparan News.
Ia menegaskan bahwa penyebaran konten asusila, apalagi dengan unsur manipulasi teknologi AI, merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 27 juncto Pasal 45 UU ITE, dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Dampak Psikologis Korban dan Reaksi Sekolah
Pihak sekolah pun angkat bicara. Kepala SMA Negeri 11 Semarang mengaku telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan serta pihak kepolisian untuk menelusuri dan membantu para korban.
“Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Korban bukan hanya dirugikan secara nama baik, tapi juga secara psikologis. Kami akan mendampingi mereka,” ujarnya.
Dinas Pendidikan Kota Semarang juga berencana memberikan bimbingan konseling dan pendampingan hukum bagi korban. Kasus ini dinilai menjadi peringatan penting tentang bahaya penyalahgunaan teknologi digital, terutama AI yang semakin canggih.
“AI seharusnya digunakan untuk inovasi, bukan untuk merusak nama baik orang lain. Ini jadi pelajaran penting bagi masyarakat, khususnya pelajar,” tambahnya.
Fenomena Manipulasi AI Semakin Mengkhawatirkan
Fenomena penggunaan AI untuk membuat deepfake atau konten manipulatif kini menjadi sorotan global. Dengan mudahnya akses teknologi tersebut, siapa pun bisa mengedit wajah seseorang ke dalam video atau gambar tak senonoh tanpa keterampilan teknis tinggi.
Pakar keamanan digital dari Universitas Diponegoro, Rizky Ardianto, menyebut bahwa Indonesia mulai menghadapi fase baru dalam kejahatan siber.
“Kalau dulu konten hoaks atau ujaran kebencian jadi masalah utama, sekarang manipulasi visual dengan AI menjadi ancaman serius. Dampaknya bukan hanya reputasi, tapi juga kesehatan mental korban,” jelasnya.
Masyarakat Diminta Lebih Waspada
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran digital dan literasi media di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. Polisi mengingatkan agar pengguna internet lebih berhati-hati dalam mengunggah dan membagikan foto pribadi di media sosial.
“Setiap orang harus lebih bijak menjaga privasi digitalnya. Jangan asal mengunggah atau menerima permintaan pertemanan tanpa verifikasi,” tutup Kombes Satake Bayu.
Kasus penyalahgunaan AI di SMAN 11 Semarang membuka mata publik tentang sisi gelap kemajuan teknologi. Meskipun pelaku mengaku konten tersebut hanya hasil editan, dampak sosial dan psikologis yang ditimbulkan terhadap korban sangat nyata.
Polda Jawa Tengah menegaskan komitmennya untuk menindak tegas pelaku apabila laporan resmi sudah diterima. Sementara itu, sekolah dan pemerintah daerah berupaya memberikan pendampingan penuh bagi para korban agar pulih dari trauma dan mendapatkan keadilan.
