Indeks

PM Belanda Akui Kemerdekaan Indonesia, Sejarawan UGM Berkomentar

tuturpedia.com – Dalam rapat parlemen, Belanda telah menyatakan “mengakui sepenuhnya” kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Namun menurut sejarawan Universitas Gadjah Mada, Sri Margana, pengakuan itu sifatnya masih setengah-setengah sebab hanya terbatas pada pengakuan moral dan politik tanpa konsekuensi hukum.

“Pengakuan ini memang sebuah kemajuan & perlu disambut, tetapi tanpa legal consequencies Indonesia tidak dapat berharap banyak,” cuit Sri Margana di akun Twitter pribadinya (16/6/23).

Sri Margana menyatakan bahwa ganti rugi yang diberikan pemerintah Belanda dirasa masih kurang bermanfaat.

“Tuntutan ganti rugi juga kurang bermanfaat,” sambungnya.

Sejarawan UGM tersebut menyarankan, agar ganti rugi dan tanggungjawab pihak Belanda menitikberatkan pada aspek-aspek penting dan mendasar. Seperti pemberian beasiswa pendidikan, kerjasama riset teknologi dan kebudayaan.

“Lebih baik Belanda ikut bertanggung jawab dan lebih banyak memberi peluang kerjasama pendidikan, riset, teknologi dan kebudayaan,” Tutup Sri Margana.

Sebelumya, Pemerintah Belanda melalui Perdana Menterinya, Mark Rutte mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 saat ia hadir dalam perdebatan mengenai hasil penelitian dekolonisasi di dewan parlemen Belanda.

Sebanyak 15 partai parlemen yang diwakili masing-masing anggotanya mempersoalkan setidaknya tiga hal tentang penelitian berjudul “Kemerdekaan, dekolonisasi, kekerasan, dan perang di Indonesia, 1945-1950”.

Hasil penelitian yang diterbitkan oleh tiga lembaga Belanda pada Februari 2022 lalu, menyebutkan adanya kekerasan ekstrem dari militer Belanda di Indonesia.

Pada rapat tersebut, PM Rutte hadir didampingi oleh Menteri Luar Negeri, Wopke Hoekstra, dan Menteri Pertahanan, Kajsa Ollorongren. Rutte memberikan permintaan maaf atas terjadinya kekerasan ekstrem di Indonesia tersebut.

Setidaknya ada 3 hal penting yang dibahas dalam rapat dewan parlemen Belanda tersebut, yakni;

Pertama, terkait aspek hukum. Penelitian tersebut lebih memilih menggunakan istilah “kekerasan ekstrem”, alih-alih memakai istilah “kejahatan perang”.

Kedua, tentang tanggung jawab dan permintaan maaf pemerintah terhadap para korban dan veteran Belanda itu sendiri.

Ketiga, terkait kompensasi dan rehabilitasi para veteran perang yang dianggap penjahat perang.

Penulis : Rizal Akbar
Editor : Redaksi Tuturpedia

Exit mobile version