Tuturpedia.com – Joko Anwar kembali merilis film baru bertajuk Siksa Kubur yang merupakan pengembangan dari film pendek garapannya berjudul Grave Torture. Film ini sudah tayang di bioskop sejak Kamis, 11 April 2024 dan sudah ditonton lebih dari 2 juta orang.
Siksa Kubur merupakan project prestisius yang digarap Joko sebagai film kesepuluhnya. Sebagian dari kita mungkin tahu bahwa film kesepuluh sering kali memiliki muatan penting bagi seorang sutradara.
Sebut saja contohnya film kesepuluh Jigsaw (Jigsaw X) yang seolah menjadi tribute bagi Jigsaw-Jigsaw sebelumnya, Inception sebagai film kesepuluh Christopher Nolan yang penjelasan ending-nya ditutup rapat selama 13 tahun, atau yang paling masyhur tentunya Quentin Tarantino yang menyebut film kesepuluh adalah film terakhir yang akan dia buat selama ia berkarier.
Hal ini agaknya juga dilakukan Joko Anwar yang rela menggeser project besar dari Hollywood yang ditawarkan kepadanya demi menggarap Siksa Kubur.
Tak main-main memang usaha yang dilakukan Joko untuk membuat film ini, jajaran cast yang jadi andalan sineas Indonesia seperti Faradina Mufti, Reza Rahadian, Christine Hakim, Arswendy Bening Swara, Jajang C Noer, Slamet Rahardjo, Niniek L Karim, Putri Ayudya, Fachry Albar, Happy Salma, Widuri Putri, hingga Muzakki Ramdhan adalah beberapa nama yang digaet Joko dalam project-nya ini.
Sinopsis Film Siksa Kubur
Film produksi Come and See Pictures ini berkisah tentang kehidupan Sita (Faradina Mufti) dan kakaknya Adil (Reza Rahadian). Setelah kedua orang tuanya jadi korban bom bunuh diri, Sita jadi tidak percaya dengan agama.
Sejak saat itu, tujuan hidup Sita hanya satu, yakni mencari orang yang ia anggap paling berdosa dan ketika orang itu meninggal, Sita ingin ikut masuk ke dalam kuburannya untuk membuktikan bahwa siksa kubur itu tidak ada dan agama tidak nyata.
Namun, ketika melakukan usahanya itu, tentunya ada konsekuensi yang mengerikan bagi Sita dan mereka-mereka yang tak percaya.
Review Film Siksa Kubur
Keseriusan Joko Anwar dalam membuat film Siksa Kubur dapat dirasakan langsung saat menonton filmnya. Menurut pengamatan penulis, film ini adalah upaya upgrade yang dilakukan Joko dalam sisi kreatif dan teknis film.
Dalam segi directing nyaris tidak ada yang meragukan kompetensi Joko jika menggarap film horor, hingga muncul celetukan dalam budaya populer bahwa “Kalau horornya yang bikin Joko Anwar pasti bagus”.
Directing yang bagus ini didukung pula dengan pengarahan sinematografi yang apik dan memanjakan mata. Jaisal ‘Ical’ Tanjung adalah sosok di balik pengarahan sinematografi itu, yang setia menemani Joko sejak film Pengabdi Setan.
Dari segi writing pun ada kemajuan dibanding beberapa film Joko sebelumnya. Sebagaimana yang acapkali dibahas oleh beberapa pihak, pasca Pengabdi Setan film-film Joko Anwar sering dianggap kesulitan menemukan titik fokus cerita, lebih-lebih pada babak ketiganya. Namun di Siksa Kubur, justru babak ketiganyalah yang paling patut dapat apresiasi tertinggi.
Patut diapresiasi pula sound design dan musik skoring Siksa Kubur yang mampu ‘menyiksa’ penonton dan menimbulkan perasaan-perasaan tidak nyaman selama menonton. Tidak heran, karena sound design dan musik skoring film ini dibebankan Joko pada Aghi Narottama, penata musik andalannya yang dulu pernah meraih piala citra untuk penata musik terbaik di Festival Film Indonesia 2017 lewat film Pengabdi Setan.
Dalam menata musim skoring, Aghi ditemani Bemby Gusti dan Tony Merle serta Richard Hocks, yang pernah menjadi sound designer film Incantation dan tak ketinggalan, juga ada Mohamad Ikhsan sound designer Perempuan Tanah Jahanam. Dari hasil kerja keras tim sound design dan musik skoring ini, dihasilkan kurang lebih ada 30 track music score dan 5 lagu untuk original soundtrack film Siksa Kubur.
Namun dari semua review di atas, hal yang paling patut diperbincangkan tentunya dalah teori dan makna-makna tersembunyi dalam film Siksa Kubur. Bukan Joko Anwar namanya, kalau tidak berhasil membuat penonton saling berdiskusi dan berteori setelah menonton film garapannya.
Maka dari itu setelah tulisan ini, penulis akan coba membahas beberapa teori dan makna-makna tersembunyi tersebut yang didapatkan melalui pengamatan langsung serta hasil diskusi-diskusi di forum media sosial X/Twitter. Tentunya dalam pembahasannya akan banyak sekali spoiler, jadi ‘SPOILER ALERT‘ untuk Anda yang belum menonton.
Teori dan Makna dalam film Siksa Kubur
1. Kebenaran Alur Cerita
Menurut pengamatan penulis, cerita sebenarnya adalah Sita (Faradina Mufti) dan Adil (Reza Rahadian) mengalami trauma mendalam pasca orang tua mereka menjadi korban bom bunuh diri.
Bukannya mendapatkan penanganan yang proper terkait kondisi mental, mereka justru dikirim ke sebuah tempat yang memberi mereka doktrin untuk memercayai agama dan kisah-kisah indah jika mereka percaya. Padahal, dalam perspektif Sita, mereka kehilangan kisah-kisah indah dalam hidup justru karena agama.
Keadaan makin diperparah saat Adil dilecehkan oleh pemilik pesantren yang membuat Sita makin yakin untuk tidak percaya pada agama.
Hal ini lantas memantik pertanyaan dalam diri Sita bahwa jika agama itu benar, kenapa ada orang yang sampai berani melakukan hal jahat pada orang lain padahal tahu ada imbalan berupa siksa kubur setelah kematian.
Singkat cerita, Sita dan Adil akhirnya berhasil keluar dari pesantren. Kesempatan pasca keluar dari pesantren itu dimanfaatkan mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, Adil akhirnya menjadi pemandi jenazah, sementara Sita menjadi seorang suster di panti jompo. Namun, kehidupan baru mereka itu tidak serta-merta membuat Sita lupa pada obsesi untuk membuktikan teorinya.
Saat menjadi suster, Sita mengamati dan meriset salah seorang penghuni panti jompo bernama Wahyu (Slamet Rahardjo). Berdasarkan pengamatan dan risetnya, Sita mengetahui bahwa Wahyu adalah nama samaran dari Ilham Sutisna, pemilik pesantren tempat mereka dulu tinggal dan juga pelaku yang melecehkan Adil.
Hal ini lalu membuat Sita berencana untuk menuntut balas. Namun sebelum niatnya ini tercapai, Pak Wahyu sudah lebih dulu mengakhiri hidupnya dan meninggalkan kalimat “Siksa kubur adalah jika apa yang kau takuti menjadi kenyataan” pada Sita dan Adil.
Saat pak Wahyu dimakamkan, Sita ikut menguburkan diri di sebelah jenazahnya dan ditunggu Adil di atas makam. Di dalam film cerita lantas berlanjut bahwa Sita tidak berhasil merekam adanya siksa kubur dan berniat mengabarkan pada dunia bahwa siksa kubur itu tidak ada.
Sita melalui bantuan anak seorang penghuni panti jompo akhirnya diundang menjadi narasumber di stasiun TV dan menceritakan kisahnya. Saat ia meminta produser menyalakan hasil rekamannya ternyata isi rekaman itu hanya gambar tanah yang kosong.
Sita lantas pergi meninggalkan stasiun TV itu dan buru-buru menegur Adil yang dia anggap telah menukar isi rekaman. Sita dan Adil lantas berdebat, dalam momen itu Adil menyalahkan Sita atas obsesinya serta menganggap Sitalah yang mengakibatkan kedua orang tua mereka meninggal. Tentunya hal ini adalah salah satu hal yang paling ditakutkan Sita, bertengkar dengan satu-satunya orang yang ia punya.
Setelah kejadian itu, Sita kembali dihantui rasa takut, seperti diteror arwah Wahyu, membuat keputusan yang mengakibatkan orang lain meninggal, terpaksa mempercayai hal gaib dan puncaknya adalah saat Sita justru memantik kekacauan yang malah membuat banyak orang melakukan kejahatan atas nama agama agar terhindar dari siksa kubur, hal yang paling ditakutkan Sita.
Hal tersebut lantas membuat Sita kembali menggali makam Wahyu untuk sekali lagi membuktikan teorinya benar. Nahas, Sita malah terkubur dan menyaksikan banyak hal yang membuat ia justru makin percaya pada Siksa Kubur.
Di tengah keputusasaan Sita itu, tiba-tiba Adil datang dan menyelamatkannya. Film lalu ditutup saat Sita dan Adil berjalan keluar dari pemakaman dan setelah 40 langkah, mereka mendengar suara “Man Rabbuka?”.
Menurut teori penulis, sebenarnya Sita dan Adil telah mati sejak pemakaman Wahyu. Kemungkinan besar, Sita mati karena kehabisan oksigen sementara Adil mati karena dipatok ular (diperlihatkan melalui mata dan lehernya yang bengkak di akhir film).
Jadi semua ketakutan yang dialami Sita adalah halusinasi dan ekspresi ketakutan sesaat sebelum Sita benar-benar mati. Sebagaimana diketahui, di sepanjang film Sita sering menyebut kurang oksigen mengakibatkan halusinasi.
2. Ismail adalah Kunci
Tokoh Ismail, korban Ilham Sutisna menurut penulis adalah kunci dalam film Siksa Kubur. Selain merefer dan tribute kepada Ismail Basbeth yang berperan di film pendeknya dulu, Ismail di sini juga adalah metafora lain dari sosok Sita itu sendiri.
Hal ini penulis titikberatkan pada kalimat “Tolong Saya” yang diucapkan Ismail saat bertemu Sita di terowongan, yang tentu mengingatkan pada sosok gambir kecil di film Pintu Terlarang.
Maka ketika Sita tidak mau menolong Ismail saat pertama kali bertemu dengannya di terowongan adalah gambaran bahwa Sita belum mau menolong dirinya sendiri. Sementara saat Sita kembali bertemu Ismail di fase afterlife/halusinasi, Sita membuka kesempatan untuk menolong Ismail/dirinya sendiri (walaupun terlambat). Ismail selalu hadir sebagai ‘penunjuk jalan’ kepada Sita, yang pertama menuju ujung terowongan dan yang kedua menuju kembali ke badan dia yang terkubur di samping Wahyu.
Hal ini makin diperkuat dengan skoring musik saat Sita jatuh di terowongan yang berjudul “Umellel Aalen L’Mimar”. Jika kita telisik lebih lanjut, kalimat ini berasal dari bahasa Aram yang dipakai oleh bangsa Sumeria.
Jika kita translate, Umellel Aalen L’Mimar bermakna aku bahagia bisa bertemu denganmu lagi. Tapi apabila kita pecah per kata, ada makna yang lebih mendalam, yakni Umellel (kata ini tidak terdeteksi secara eksplisit namun dalam pelafalan dan merefer ke kata ‘Ismail’), Aalen (bermakna penghubung/connector), serta L’Mimar (pembangun/arsitek/the builder).
Jadi jika kita gabung, kemungkinan besar makna dari Umellel Aalen L’Mimar adalah Ismail adalah penghubung dan pembangun plot cerita, Ismail adalah kunci.
3. Ayat dan Pengingat
Dalam film Siksa Kubur, Joko Anwar menyisipkan beberapa kode angka sebagaimana kebiasaannya yang sering menyisipkan kode angka dan jika ditelisik merupakan nomor dari ayat dalam kitab Al-Qur’an maupun Alkitab.
Di Siksa Kubur ada kode angka 3:20 saat Sita menyelamatkan Adil dari mobil. Jika kita refer ke Al-Qur’an Surah 3 (Ali Imran) ayat 20 yang berisi Nabi Muhammad SAW diberikan cara oleh Allah untuk menjawab ahli kitab/atau mereka yang tidak percaya dengan dengan jawaban: “Aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.”
Ada pula Surah Al-Mulk yang dibaca Sita Kecil saat di pesantren. Surat ini dalam hadis yang riwayat An-Nasai dapat menjadi penghalang dan menyelamatkan diri dari Siksa Kubur.
Lebih lanjut, banyak adegan di film Siksa Kubur yang berlangsung di terowongan/gua, di Al-Qur’an sendiri ada surat yang bermakna goa yakni Surah Al-Kahfi. Di ayat 1-2 surat ini, jika diartikan berbunyi: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.
Yang paling menarik tentunya adalah adegan interaktif saat penonton diajak beristighfar dan berserah diri kepada Tuhan saat melihat adegan Wahyu mendapatkan siksa kubur. Adegan yang sungguh menyesakkan, memilukan, dan meninggalkan kesan mendalam serta membuat kita ingin segera bertaubat.
4. Hal Kecil Bermakna Dalam
Selain menyisipkan kode yang mungkin merefer kepada Ayat kitab suci, dalam film Siksa Kubur, Joko Anwar juga menyisipkan beberapa easter egg yang menarik untuk dibahas.
Di awal film pria yang menjadi pelaku bom bunuh diri (Afrian Arisandy) sempat mampir ke toko roti milik orang tua Sita dan Adil, pria tersebut sembat mengobrol dengan Adil dan memberikan sebuah kaset yang berisi rekaman Siksa Kubur. Rekaman itu dapat juga kita temui di film pendeknya sebagai siksaan pada Ismail Masbeth yang didengarkan oleh anaknya saat terjebak di peti kubur. Penulis sendiri berteori, anak dari Ismail Masbeth ini akhirnya mengalami trauma terkait siksa kubur dan memantiknya untuk mau menjadi martir bom bunuh diri agar terhindar dari siksa kubur.
Ada pula kode cincin yang dipakai Nani (Christine Hakim) dan Pandi (Arswendy Bening Swara), banyak yang berpendapat cincin ini berbentuk kuda laut yang merefer ke Seahorse/Herosase. Namun menurut penulis, cincin itu berbentuk angsa yang melambangkan simbol cinta antar mereka. Walaupun di pertengahan film sempat ada cekcok antara keduanya (dalam tahap halusinasi Sita), namun di akhir mereka tetap digambarkan harmonis dengan keinginan untuk pergi plesir.
Lagu Bengawan Solo menurut penulis juga punya makna yang cukup dalam. Lagu yang berulang kali diputar oleh Wahyu ini memiliki lirik yang menggambarkan bahwa Bengawan Solo adalah sumber penghidupan bagi banyak orang, namun juga bisa menjadi petaka saat air “Meluap sampai jauh”. Lirik ini juga merupakan lirik yang dinyanyikan Wahyu sebelum menembak kepalanya, seolah-olah ia ingin meninggalkan pesan bahwa segala perbuatannya selama hidup akan terus ‘mengalir’ (dikenang) sampai jauh.
Saat sita berada di terowongan, ia bertemu dengan 5 orang anak dan Ismail yang berkata bahwa “Percaya itu tidak harus melihat”, menurut penulis 5 anak itu melambangkan 5 Rukun Islam, sedangkan kehadiran Ismail sebagai sosok ke-6 adalah untuk melengkapi jumlahnya agar sesuai dengan rukun Iman.
Kehadiran ular di kuburan Wahyu juga memantik diskusi, banyak yang percaya ular itu adalah Syuja’ul Aqra yang diperintahkan oleh Allah untuk menyiksa setiap umat manusia yang tidak menjalankan perintah salat lima waktu. Namun menurut penulis, ular ini lebih mendekati ular Tinnin, sebab menurut hadis riwayat Ibnu Hibban, Rasulullah SAW pernah menyebutkan bahwa ular Tinnin adalah 99 ekor ular yang setiap ular itu memiliki 7 kepala dan bertugas meyiksa manusia yang selama hidupnya gemar bermaksiat.
Saat Sita melihat siksaan Wahyu, wajahnya memaling ke arah kanan, yang mana dalam tata cara penguburan jenazah dalam Islam, wajah si mayat pasti diarahkan ke arah kanan/kiblat.
5. Trauma dan Penanganan yang Keliru
Sita dan Adil sama-sama mengalami trauma saat orang tua mereka menjadi korban bom bunuh diri. Trauma ini lantas membuat Sita menjadi tidak percaya agama, hal ini diperparah saat ia bukannya mendapatkan penanganan yang baik dan halus atas traumanya tapi malah diberi doktrin yang cenderung keras.
Besar kemungkinan ini adalah bentuk kritik dari Joko Anwar pada pendidikan agama yang sering kali diajarkan secara kaku dan tidak adaptif serta berpotensi memiliki dampak destruktif.
Sementara itu, Adil mengalami trauma akibat dilecehkan oleh Ilham Sutisna. Hal yang membuat dirinya memiliki kecenderungan nekrofilia/hasrat seksual kepada mayat (ditunjukkan dengan dialog saat Adil diusir oleh istrinya karena ia hanya memberi nafkah uang, tapi tidak memberi nafkah batin dan malah tertarik kepada mayat). Kecenderungan ini terjadi kepada Adil karena besar kemungkinan ia merasa trauma saat dilecehkan dalam keadaan powerless, oleh karena itu ia melampiaskan traumanya kepada mereka yang juga powerless (mayat). Dalam teori, hal ini disebut sebagai Circle of Abuse, yakni suatu kondisi saat korban pelecehan akhirnya menjadi pelaku pelecehan untuk mendapatkan rasa memiliki kekuatan sebagai trauma coping response.
6. Kesinambungan dengan Joko Anwar Universe
Tentu kita sudah akrab bahwa semua film Joko Anwar memiliki keterkaitan satu sama lain, begitu pula yang terjadi di film Siksa Kubur.
Yang paling kentara, tentunya adalah kehadiran Arswendy Bening Swara yang nyaris tak pernah absen di film-film garapan Joko Anwar.
Selain itu tampak pula majalah Maya yang muncul di laci Wahyu, majalah ini juga kerap tampil di film-film Joko Anwar seperti Pengabdi Setan dan Pengabdi Setan 2. Nama Maya juga adalah tokoh utama dalam film Perempuan Tanah Jahanam.
Selain majalah Maya, tampak pula majalah dengan tulisan begu ganjang dan pesugihan, penulis sendiri masih kurang yakin dengan makna majalah tersebut, tapi jika mau diambil jadi teori besar kemungkinan Wahyu adalah anggota sekte pesugihan. Untuk begu ganjang sendiri adalah hantu dari Sumatra yang identik dengan tangan panjang, yang mana apabila kita jeli memperhatikan saat Sita memeriksa kamar Wahyu pasca ia meninggal, ia kemudian melihat sosok dengan tangan panjang yang mungkin memang merefer ke begu ganjang.
Film Pintu Terlarang juga turut dihadirkan Joko di film Siksa Kubur melalui Ritual pemanggilan arwah dalam film Siksa Kubur juga mengingatkan kita pada kelompok herorase/sekte pengabdi setan. Selain itu kehadiran Ismail yang menjadi kunci seluruh cerita juga menjadi easter egg karakter gambir kecil.
Dalam sebuah interview, Joko menyebut bahwa kita harus memperhatikan pohon yang ada di pemakaman. Hal ini mungkin adalah clue yang diberikan Joko Anwar bahwa Siksa Kubur dan Pengabdi Setan besar kemungkinan ada di satu universe yang sama.
Selain itu, adegan saat Wahyu berhalusinasi dan coba ditenangkan Sita juga memantik teori bahwa Wahyu adalah anggota sekte pengikut Raminom. Sebab dalam halusinasinya itu, Wahyu sempat menyebut “Mau ketemu Ibu” yang tentunya sangat lekat dengan “Ibu/Raminom” di film Pengabdi Setan.
Selain ada kesinambungan, menurut penulis juga ada hal-hal yang tidak diulang di siksa kubur, yakni kehadiran sosok wanita hamil/metafora kesuburan yang nyaris tidak pernah ketinggalan di film-film Joko Anwar. Namun di Siksa Kubur, penulis tidak dapat menemukan metafor kesuburan tersebut. Barangkali dari Tuturpedians ada yang lebih jeli?
Penutup
Film Joko Anwar (dalam hal ini Siksa Kubur) jika kita ingin bahas lebih dalam memang seperti tidak ada selesainya, setelah ada satu teori kemungkinan akan muncul teori yang lain.
Selain sebagai teknik marketing, hal ini menurut penulis juga menarik, sebab membuat orang merasa terpantik untuk mendiskusikan sebuah film setelah menonton. Hal yang sepertinya jarang kita lakukan saat menonton film-film lain yang hanya menitikberatkan pada hiburan saja.
Untuk menutup review film Siksa Kubur ini, penulis jadi teringat kalimat dan teori dari Blaise Pascal yang ia tulis dalam buku berjudul Pansees yang berbunyi; “Jika kebenaran Tuhan dapat dipercaya, seseorang harus bertaruh bahwa Tuhan itu ada, karena kita akan kehilangan apa pun jika kita hidup sesuai dengan perintah-Nya,”.***
Penulis: Rizal Akbar.
Editor: Annisaa Rahmah.