Indeks

Pengacara Ungkap Motif 4 Pelaku Penganiayaan Santri Ponpes Al Hanifiyah Kediri: Diomongin Tidak Manut

Motif pelaku penganiayaan terhadap santri di Kediri. Foto: Pexels.com/cottonbro studio

Tuturpedia.com – Polisi telah menangkap empat pelaku penganiayaan Bintang Balqis Maulana, santri yang meninggal di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyah Kediri.

Keempat pelaku ini merupakan senior dari korban. Mereka akhirnya mengungkapkan motif melakukan penganiayaan kepada kuasa hukumnya. 

Menurut kuasa hukum keempatnya, Rini Puspitasari, mengungkapkan bahwa mereka mengaku frustrasi lantaran Bintang sulit diajak komunikasi apalagi dalam hal ketaatan agama. 

Keempat pelaku penganiayaan yang terdiri dari MN, MA, AF, dan AK ini mengaku memukuli Bintang karena jengkel akibat korban sulit dinasihati apalagi jika soal kewajiban melakukan shalat berjamaah. 

Berdasarkan keterangan mereka, Rini menyampaikan jika keempat pelaku dan Bintang tinggal dalam satu kamar yang sama di pondok yang diasuh oleh Gus Fatihunnada atau biasa disapa Gus Fatih. 

Para pelaku ini mengaku awalnya masih dengan baik hati menasihati korban ketika mengetahui bahwa korban tidak melaksanakan ibadah wajib shalat 5 waktu.

Pelaku mengaku tak berniat memukul korban hingga meninggal dan apa yang mereka lakukan hanyalah emosi sesaat. 

“Ini berdasarkan keterangan anak-anak mengakui memukul dan tidak niat biar Bintang sampai gimana. Itu benar-benar emosi sesaat, karena Bintang diomongin tidak manut,” kata Rini Puspitasari pada Rabu (28/2).

Kemudian Rini menceritakan kronologi kejadian pemukulan yang dialami oleh korban. Korban ternyata baru saja sembuh dari sakit sehingga tidak sekolah dan hanya berdiam diri di kamar. 

AK dan AK kemudian menegur korban, tetapi ketika ditanya korban justru menjawab tidak nyambung. 

“Bintang itu baru sembuh dari sakit. Kemudian beberapa hari tidak sekolah dan tidak salat jemaah. Mereka ini kan satu kamar. Awalnya itu yang dapat info itu AK dan AF sepupunya. Kemudian menegur si Bintang. Ditanyai, kamu kenapa tidak salat? Bintang jawabnya itu tidak nyambung. Kejadian ini pada Rabu (21/2),” imbuh Rini.

Kemudian sehari kemudian, korban juga diketahui tidak melakukan shalat berjamaah. Geram dengan Bintang yang sulit untuk dinasehati, akhirnya mereka kembali menyuruh korban untuk shalat. Namun, korban justru berdalih ingin mandi dahulu. 

Puncaknya adalah ketika korban keluar kamar mandi dengan keadaan telanjang. Hal tersebut memicu emosi keempatnya.

Keempat pelaku merasa korban tengah menantang mereka. Kemudian, mereka akhirnya berujung memukuli korban. 

“Keluar dari kamar mandi Bintang itu telanjang. Kemudian oleh salah satu pelaku dirangkul dan dibawa ke kamar. Kemudian diomongi lagi dan Bintang jawabannya tidak nyambung. Iya-iya gitu tok, tapi tidak dilaksanakan. Terus sempat melotot, akhirnya dipukul lagi,” ucap Rini.

Malamnya, keempat pelaku mengobati korban yang sudah luka-luka usai dipukuli. Mereka awalnya berniat membawa korban ke rumah sakit, tetapi urung dilakukan. 

Sayangnya pada Jumat (22/2) dini hari, AF mendapati Bintang dengan kondisi tubuh pucat. Saat itu, pelaku membawa Bintang ke Rumah Sakit Arga Husada Ngadiluwih Kediri, tetapi sayang nyawanya sudah tak tertolong. 

“Pada Jumat (22/2) jam 03.00 WIB si AF (sepupu korban) dibangunin. Diomongin, kok Bintang tambah pucat. Lalu dibawa ke rumah sakit. Terus di rumah sakit ternyata kan meninggal,” ungkapnya.

Bintang yang nyawanya sudah tak tertolong itu dibawa kembali ke pondok. AF selaku pelaku sekaligus sepupu korban melaporkan kematian Bintang ke pengasuh PPTQ Al Hanafiyyah, Gus Fatih. 

“Kemudian, jenazahnya dibawa ke pondok, lalu dimandikan dan dikafani dibawa ke Banyuwangi hari Jumat setelah salat Jumatan. Hingga akhirnya seperti ini,” jelas Rini.

Rini selaku pengacara berusaha akan mendampingi pelaku dengan sebaik-baiknya sehingga mereka mendapatkan hak-hak anak yang bermasalah dengan hukum bisa terpenuhi. 

Sementara itu, menurut Bramastyo Priaji selaku Kapolres Kediri Kota, menyampaikan bahwa penganiayaan yang dilakukan pelaku terjadi secara berulang. 

“Motif diduga karena kesalahpahaman antara anak-anak pelajar. Jadi antara mereka mungkin ada salah paham kemudian terjadi penganiayaan yang dilakukan berulang-ulang,” ungkap Bramastyo Priaji pada Senin (26/2).***

Penulis: Niawati

Editor: Nurul Huda

Exit mobile version