Semarang, Tuturpedia.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang berupaya melakukan antisipasi untuk pencegahan longsor dan banjir dengan menerapkan hasil penelitian Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).
Sebagaimana diketahui, permasalahan banjir dan longsor masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemkot Semarang.
Melalui riset BRIN, beberapa alat canggih seperti pendeteksi longsor, banjir hingga pencemaran udara akan diterapkan di Ibu Kota Jawa Tengah, Semarang.
Salah satu di antaranya ialah ModAthus (Modifikasi Alat Takar Hujan Sementara). Di Kota Semarang, bertepatan dengan Upacara Hari Lahir Pancasila pada Sabtu (1/6/2024), Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menyerahkan ModAthus kepada empat sekolah dasar (SD).
Anang Setiawan Ahmadi selaku Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN menuturkan, bahwasanya BRIN mendukung kebijakan Pemkot Semarang yang mengusung konsep smart city.
“Ini follow up, tindak lanjut dari kolaborasi. Hari ini kami launching hasil kerja sama riset dan inovasi mendukung kebijakan Pemkot Semarang. Salah satunya BRIN mendukung dari salah sisi lingkungan yang berbasis industri 5.0,” ucap Anang, Sabtu (1/6/2024).
Dia berharap Kota Semarang dapat menjadi pelopor implementasi hasil riset dari BRIN.
“Mudah-mudahan dengan riset ini bisa mewujudkan Semarang yang betul-betul terbebas dari bencana,” harapnya.
Koordinator Tim Peneliti DAS Kota Semarang BRIN, Hunggul Yudono menyampaikan, dengan adanya riset aksi partisipatif, BRIN berusaha melibatkan seluruh pihak, seperti mahasiswa termasuk dengan pemkot.
“Tadi ada pembagian alat takar hujan. Selama ini kami menganalisis banjir tidak didasarkan pada informasi hujan yang akurat, karena alatnya terbatas dan kurang akurat,” ungkapnya.
Pihaknya lalu mengembangkan instrumen deteksi banjir dengan meletakkan alat takar sederhana yang ditempatkan di SD.
“Kenapa di SD, selain menghasilkan data, kita juga sekaligus bisa membina pengetahuan dan kesadaran anak-anak mengenai bencana sedini mungkin. Sehingga anak anak bisa tahu, kalau hujan besar dampaknya banjir, juga daerah berpotensi longsor sehingga harus waspada,” tambahnya.
Demi memenuhi kebutuhan informasi yang cepat, BRIN merespons cepat dengan membuat alat berbasis IT. Hal ini supaya alat tersebut dapat memberikan peringatan dini terkait adanya banjir maupun longsor.
“Selama ini orang lihat potensi longsor hanya dari gerakan tanah. Dengan alat berbasis sensor ini, bisa menganalisis kelembaban tanah. Longsor itu kan disebabkan dari tanah jenuh akibat hujan berhari-hari, kemudian tanah bergerak,” tuturnya.
“Kebanyak orang menduga longsor dari gerakan. Kalau dari gerakan mungkin waktunya terlalu cepat, sehingga terlambat memberikan informasi. Tapi kami melihat dari tingkat kejenuhan tanah. Saat dalam kondisi itu, akan ada peringatan agar dilakukan evakuasi,” sambungnya.
BRIN pun berencana menerapkan ModAthus (alat takar hujan sementara) ini di 20 titik SD di Kota Semarang.
“Penerapan alat ini sebenarnya semakin banyak semakin bagus, namun kami menemukan 20 titik yang lokasinya mewakili kebutuhan curah hujan. Hari ini baru 4, selanjutnya akan menyusul secara bertahap,” kata dia.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menilai ModAthus dapat menjadi salah satu alat yang bisa membantu kota Semarang dalam menganalisis dan mendeteksi longsor dan banjir.***
Kontributor Kota Semarang: Alan Henry Pambuko.
Editor: Annisaa Rahmah.
