Tuturpedia.com – Pada Selasa (28/5/24) para pejabat Amerika di Gedung Putih mengatakan bahwa serangan Israel yang menewaskan puluhan warga Palestina di Gaza selatan adalah sebuah tragedi tetapi hal itu tidak melanggar garis merah Presiden Biden yang menahan pengiriman senjata ke Israel.
“Kami belum melihat mereka masuk dengan unit besar dan pasukan dalam jumlah besar dalam kolom dan formasi dalam semacam manuver terkoordinasi terhadap berbagai sasaran di lapangan. Semua yang kami lihat memberi tahu kami bahwa mereka tidak melakukan operasi darat besar-besaran di pusat populasi di kota Rafah,” kata John F. Kirby, juru bicara Gedung Putih.
Selain itu, para pejabat juga mengatakan bahwa pihaknya juga memantau dengan cermat penyelidikan atas serangan mematikan pada Minggu lalu di sebuah kamp tenda. Mereka menegaskan bahwa AS tidak menutup mata terhadap penderitaan warga sipil Palestina.
“Israel mengatakan ini adalah kesalahan yang tragis. Kami juga telah mengatakan bahwa kami tidak ingin melihat operasi darat besar-besaran di Rafah yang akan mempersulit Israel untuk menyerang Hamas tanpa menyebabkan kerusakan besar dan berpotensi menimbulkan banyak kematian. Kami belum melihatnya.” kata Kirby.
Serangan Israel di Rafah Gunakan Bom dari Amerika
Pertumpahan darah di Rafah terjadi setelah Biden memperingatkan Israel pada awal bulan ini. Amerika Serikat diketahui mengancam akan memblokir transfer senjata tertentu jika Israel menargetkan wilayah berpenduduk padat di Rafah.
Namun, peringatan dari AS tersebut ternyata tak dihiraukan oleh Israel. Sehingga serangan di Rafah tersebut terjadi dan menguji janji Joe Biden untuk menahan pengiriman senjata ke Israel.
Sebelumnya, diketahui bahwa serangan yang terjadi di Rafah pada Minggu dan Senin dilakukan Israel dengan menggunakan bom yang dibuat Amerika Serikat.
Dikutip dari laporan The New York Times, Rabu (29/5/24) hal tersebut pun dibuktikan oleh bukti visual yang telah ditinjau dari puing-puing amunisi yang terekam di lokasi serangan.
Pada bukti visual tersebut terlihat jika puing-puing tersebut dihasilkan karena adanya ledakan dari bom GBU-39, sebuah bom yang dirancang dan diproduksi di AS.
Para pejabat Amerika telah mendorong Israel untuk menggunakan lebih banyak bom jenis ini, yang menurut mereka dapat mengurangi korban sipil, menurut surat kabar tersebut.
Serangan di Rafah pada Minggu lalu memicu kebakaran mematikan. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza, korban yang tewas pada serangan tersebut mencapai 45 orang dan melukai 249 orang warga sipil lainnya.
Serangan mematikan ini tentunya semakin memicu kemarahan internasional, termasuk dari para pemimpin di Uni Eropa, PBB, Mesir dan Tiongkok.***
Penulis: Anna Novita Rachim
Editor: Nurul Huda