Tuturpedia.com – Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid menyentil balik pernyataan Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Imam Priyono.
Sebelumnya, Imam Priyono sempat menyinggung standar etika moral presiden jika memihak dan berkampanye untuk salah satu paslon dalam Pilpres 2024.
Nusron mengatakan isu standar moral ini muncul karena Presiden Jokowi tidak mendukung mereka.
Dia kemudian merasa heran, lantaran ketika Ganjar optimistis didukung Jokowi di Pilpres 2024, kubu Ganjar sama sekali tak mempermasalahkan soal etika presiden.
“Ini sebenarnya sederhana. Isu moral dan etika ini dimunculkan karena Pak Jokowi tidak mendukung mereka. Tahun lalu saat sebelah yakin didukung presiden, mereka bahkan optimis Pak Jokowi akan kampanye untuk mereka. Dulu kenapa tidak dipermasalahkan? Ini masyarakat harus tahu,” tegas Nusron saat bertemu wartawan, Kamis (25/1/2024).
Politisi Golkar ini kemudian menyinggung pemberitaan di media pada tahun lalu, yang menjelaskan adanya petinggi PDIP yang menyerukan bahwa presiden boleh cuti untuk berkampanye.
“Monggo cek di berita, sekitar awal Juni tahun lalu, salah satu ketua PDI Perjuangan meyakini bahwa Presiden Jokowi akan berkampanye untuk Ganjar. Bahkan, beliau juga bicara aturan bahwa presiden boleh cuti untuk berkampanye,” tandasnya.
Nusron Sebut Pernyataan Jokowi sesuai Undang-Undang
Terkait dengan isu etik dan moral yang disinggung TPN Ganjar-Mahfud, Nusron mengatakan statement Jokowi tidak melanggar hukum dan sejalan dengan aturan dalam Undang-Undang (UU) di Indonesia.
Lantaran demikian, Nusron justru bertanya apakah pejabat negara yang membuat UU tersebut tidak beretika sesuai yang dikatakan TPN.
“Ketika dalam UU Pemilu memperbolehkan kampanye, tentu sudah ada pertimbangan variabel moral dan etika. Kalau melaksanakan aturan itu dianggap melanggar moral, artinya semua pihak yang menyusun UU itu dianggap tidak bermoral dan tak punya etika, dong?” ucap Nusron.
Dia juga menegaskan bahwa dalam hidup berbangsa dan bernegara, yang dijadikan acuan adalah UU yang berlaku.
“Undang Undang itu adalah cerminan konsensus antara rakyat melalui DPR dengan Pemerintah memegang mandat rakyat. Jadi bukan kata orang per orang, atau pihak per pihak, yang sekarang mungkin punya kepentingan karena sedang bersaing dalam kompetisi Pemilu,” pungkasnya.***
Penulis: Angghi Novita
Editor: Nurul Huda