banner 728x250
News  

Miris! Soal Keluarga Loncat dari Lantai 22 Apartemen Teluk Intan, Pakar Psikologi Sebut Ada Peran Sosok Penting

TUTURPEDIA - Miris! Soal Keluarga Loncat dari Lantai 22 Apartemen Teluk Intan, Pakar Psikologi Sebut Ada Peran Sosok Penting
Pakar psikologi sebut ada peran sosok penting di balik kasus keluarga loncat dari lantai 22 apartemen. Foto: Pixabay.com/Fotorech
banner 120x600
banner 468x60

Tuturpedia.com – Kasus satu keluarga loncat dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan pada Sabtu (9/3) sempat menghebohkan publik. 

Dikutip Tuturpedia.com, Senin (11/3/2024), satu keluarga tersebut terdiri dari empat orang dengan identitas, suami istri berinisial EA (50) AEL (52), anak perempuannya berinisial JL (15) dan terakhir anak laki-lakinya JW (13). 

Menurut Kompol Agus Ady Widjaya, saat ditemukan, jenazah keempat orang tersebut dalam kondisi terikat satu sama lain.

Sang ayah mengikat tangan anak perempuannya, sedangkan sang ibu mengikatkan tali pada tangan anak laki-lakinya.

“Pada saat terjatuh itu masih dalam kondisi EA dan JL terikat tangannya dengan tali yang sama, AEL terikat tali yang sama dengan JWA, ikatan tali tersebut mengikat,” tutur Agus. 

Gerak-gerik keluarga tersebut sempat terekam CCTV dan memperlihatkan sang suami EA sempat mencium istri dan kedua anaknya ketika masih di dalam lift. 

Usai mencium kening ketiga orang tersayangnya, AEL kemudian mengumpulkan handphone keempatnya lalu naik ke lantai atas. 

“Setelah dicium-cium keningnya, AEL terlihat mengumpulkan handphone-handphone dari semuanya untuk naik ke atas,” kata Kompol Agus.

Pihak kepolisian sampai saat ini masih mendalami motif dari kasus keluarga yang loncat dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan ini.

“Kita akan coba hubungi orang terdekat dari korban untuk menelusuri motif kejadian ini.”

Analisis Kondisi Satu Keluarga Menurut Pakar Psikologi Klinis 

Terkait aksi bunuh diri ini, Pakar Psikologi Klinis dari Universitas Islam Indonesia (UII), Qurotul Uyun memberikan analisisnya. 

Qurotul Uyun menduga jika EA dan AEL lah yang mempengaruhi kedua anaknya untuk ikut mengakhiri hidup. 

Ia berpendapat, kedua orang tua memiliki pengaruh yang kuat sehingga dapat memberikan pengaruh pada pola pikir anggota lainnya menjadi negatif terhadap masa depan. 

“Jika memang di situ, keluarga kompak dalam ide mengakhiri hidup, mungkin orang tuanya yang sangat kuat mempengaruhi keluarganya, sehingga mempengaruhi pola pikir keluarganya menjadi negatif terhadap masa depannya.”

Akibatnya, anggota keluarga lain menganggap bahwa bunuh diri menjadi jalan keluar paling baik untuk mengakhiri penderitaan keluarga. 

“Sehingga putus asa dan menganggap bahwa bunuh diri itu jalan keluar terbaik untuk mengakhiri penderitaan keluarga,” kata Uyun.

Ia menduga, ayahnya memberikan pengaruh negatif bahwa hidup mereka akan menemui kesulitan dalam hidup sehingga membangun keputusasaan bersama-sama dengan anggota lainnya. 

“Ayahnya kemudian menyebarkan pengaruh negatif bahwa kehidupan mereka akan sulit sehingga mungkin membangun keputusasaan bersama-sama,” lanjutnya. 

Selain itu, Uyun juga mengatakan jika dukungan sosial dari para tetangga keluarga tersebut bisa sangat berperan.

Dalam kasus tersebut, diduga tidak adanya dukungan sosial dari para tetangga keluarga sehingga menjadi salah satu faktor mengakhiri hidup. 

Terlebih jika keluarga tersebut terisolasi secara sosial sehingga tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan. 

“Apakah mungkin keluarga tadi benar-benar terisolasi secara sosial dari lingkungannya, sehingga mereka tidak mendapat dukungan dari lingkungan?” ujarnya.

Hal itu tentu membuat sang ayah menguatkan pikirannya untuk mengakhiri hidup, lalu melakukan cuci otak kepada anggota keluarga yang lain. 

“Tetapi semakin menguatkan pikirannya sendiri untuk ide mengakhiri hidup dan melakukan semacam brain wash (cuci otak) terhadap keluarganya,” kata Uyun.

Berkaca pada banyak kasus serupa yang terjadi di Indonesia, di mana ada juga kasus anak-anak masih muda yang diracun lalu orang tuanya bunuh diri. 

“Soalnya kasus lain seringnya, anak-anaknya masih usia sangat muda kemudian diracun, dan orangtuanya bunuh diri,” ujarnya.

Selain menjelaskan analisisnya mengenai kondisi psikologis satu keluarga yang lompat dari gedung apartemen, Uyun juga menjelaskan pentingnya dukungan sosial warga sekitar untuk meminimalisasi seseorang memutuskan mengakhiri hidup. 

Dukungan ini dapat beragam bentuknya, salah satunya bisa dengan memberikan dukungan informasi untuk datang ke profesional atau diantar ke psikolog atau psikiater. 

“Misalnya jika ada anggota keluarga yang merasa stres atau cemas bisa diberi dukungan tersebut. Jika parah, maka bisa diberi dukungan berupa informasi untuk datang ke profesional, mungkin bisa diantar ke psikolog atau psikiater,” terangnya.***

Penulis: Niawati

Editor: Nurul Huda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses