Tuturpedia.com – Sebagai seorang pendidik di SMK, saya menyadari bahwa asesmen formatif sering kali menjadi momen yang menegangkan bagi siswa. Meskipun asesmen formatif bertujuan untuk memantau perkembangan belajar secara bertahap, namun banyak dari siswa yang merasa tertekan menghadapi tes-tes harian.
Seiring berjalannya waktu, saya melihat penurunan semangat belajar dan motivasi siswa. Mereka cenderung lebih memilih bermain game online di waktu luang sebagai cara melarikan diri dari stres yang mereka rasakan selama proses belajar.
Dari pengamatan tersebut, saya berpikir, “Mengapa tidak mencoba membawa elemen keseruan dari game ke dalam asesmen formatif?”
Dari ide tersebut, lahirlah Evolution Challenge, sebuah inovasi asesmen formatif berbasis edu-game yang mengutamakan interaksi seru dan pembelajaran yang aktif.
Dalam permainan ini, siswa tidak lagi merasa bahwa mereka sedang diuji. Justru sebaliknya, mereka terlibat dalam sebuah petualangan tim yang penuh tantangan.
Sebagai informasi, konsep Evolution Challenge adalah membagi siswa menjadi beberapa tim yang masing-masing berperan sebagai pemandu evolusi.
Mereka bertugas mengembangkan spesies makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan dari tahap awal hingga menjadi spesies yang kuat dan stabil di ekosistem mereka.Â
Setiap tim menghadapi berbagai misi dan tantangan yang harus diselesaikan di setiap level. Misalnya, mereka harus menjaga keseimbangan ekosistem, melindungi spesies dari predator, atau menghadapi perubahan lingkungan yang mendadak.
Tantangan-tantangan ini dirancang tidak hanya untuk menguji pengetahuan akademik mereka, tetapi juga keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, dan kreativitas. Permainan ini berjalan dalam beberapa sesi, dengan setiap sesi mewakili satu tahap evolusi spesies.
Dalam setiap level, siswa diberikan masalah yang harus mereka pecahkan menggunakan pengetahuan yang mereka peroleh di kelas. Misalnya, ketika sebuah tim harus mengembangkan tanaman yang tahan terhadap cuaca ekstrem, mereka perlu mengingat kembali konsep biologi tentang adaptasi.
Di sisi lain, ketika mereka dihadapkan dengan ancaman predator terhadap spesies hewan mereka, siswa harus mencari cara untuk menyesuaikan strategi bertahan hidup dengan menggunakan prinsip rantai makanan.
Setiap tindakan yang diambil dalam permainan dievaluasi secara formatif, di mana guru bisa memberikan umpan balik secara real-time. Alih-alih menunggu hasil tes, siswa langsung mengetahui dampak dari setiap keputusan yang mereka ambil dalam game.
Misalnya, jika mereka salah dalam memilih strategi adaptasi untuk spesies mereka, mereka dapat melihat bagaimana spesies tersebut mengalami kesulitan bertahan hidup di lingkungan yang berubah.
Melalui Evolution Challenge, suasana belajar di kelas berubah drastis. Siswa yang sebelumnya tampak jenuh kini menjadi lebih aktif dan antusias dalam berpartisipasi. Tidak hanya berlomba-lomba untuk menyelesaikan misi, tetapi juga saling membantu dan berdiskusi dengan rekan satu tim mereka. Pembelajaran menjadi lebih interaktif, siswa pun merasa bahwa mereka tidak sedang “diuji” dalam arti tradisional, melainkan diajak untuk berpetualang bersama dalam dunia ilmu pengetahuan.
Hasil dari inovasi ini sangat positif. Siswa menjadi lebih mudah memahami konsep-konsep yang diajarkan di kelas, karena mereka menerapkannya secara langsung dalam permainan.
Selain itu, kehadiran game juga mengurangi rasa jenuh dan stres yang biasanya mereka rasakan selama asesmen formatif. Mereka bahkan menantikan sesi Evolution Challenge berikutnya, karena bagi mereka, ini bukan sekadar asesmen, melainkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan menantang.
Inovasi ini menunjukkan bahwa asesmen formatif tidak harus selalu berbentuk tes tertulis yang kaku dan menegangkan. Dengan sedikit kreativitas, proses asesmen bisa dikemas menjadi pengalaman yang seru dan interaktif, namun tetap mampu mencapai tujuan pembelajaran.
Evolution Challenge menjadi bukti nyata bahwa ketika unsur kesenangan dan interaksi dimasukkan dalam pembelajaran, motivasi dan hasil belajar siswa dapat meningkat secara signifikan.
Setelah menerapkan metode ini, hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Tidak hanya nilai yang meningkat, tetapi juga minat dan motivasi siswa terhadap pelajaran. Siswa yang dulunya tampak apatis kini menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap setiap sesi belajar. Mereka merasa terlibat dalam proses belajar dan lebih berani untuk mengajukan pertanyaan.
Dari refleksi yang dilakukan, guru menyadari bahwa pendekatan inovatif ini tidak hanya menjawab masalah kejenuhan siswa, tetapi juga meningkatkan interaksi antar siswa. Kolaborasi dalam kelompok membantu siswa belajar satu sama lain dan mengembangkan keterampilan sosial yang penting.
Inovasi yang dilakukan dalam pelaksanaan asesmen formatif membuktikan bahwa pendekatan yang kreatif dapat mengubah pengalaman belajar menjadi lebih positif.
Dengan mengemas asesmen dalam bentuk petualangan, siswa tidak hanya belajar dengan cara yang menyenangkan, tetapi juga mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Metode ini menunjukkan bahwa pembelajaran dapat dilakukan dengan cara yang inovatif tanpa mengorbankan substansi pendidikan.
Dengan demikian, pelaksanaan asesmen formatif tidak harus selalu menegangkan. Melalui inovasi, guru dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif, dan akhirnya membantu mereka mencapai potensi terbaik mereka.
Praktik baik ini dapat menjadi model bagi guru lainnya untuk terus berinovasi dan menemukan cara-cara baru dalam meningkatkan kualitas pendidikan di kelas.***
Penulis: Christina Puspitasari (Guru SMK Theresiana Semarang)
Penyunting: Rizal Akbar