Tuturpedia.com – Sidang isbat menjadi agenda rutin yang digelar oleh Kementerian Agama (Kemenag) untuk menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
Dikutip Tuturpedia.com dari laman kemenag.go.id pada Minggu (10/3/2024), sidang isbat sudah rutin digelar sejak dekade 1950-an.
Hasil sidang isbat yang diumumkan oleh Menteri Agama tersebut pun selalu menjadi momen yang ditunggu masyarakat.
Pada perkembangan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemudian menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijah.
Salah satu isi fatwa tersebut memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyat dan hisab oleh Pemerintah RI melalui Menteri Agama dan berlaku secara nasional.\
Mengapa Sidang Isbat Penting Dilakukan?
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Adib, menjelaskan bahwa sidang isbat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama dan negara sekuler.
Oleh karena itu, Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.
Sidang isbat menjadi penting digelar karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Indonesia yang memiliki metode dan standar masing-masing untuk menetapkan awal bulan Hijriah.
Sering kali terjadi perbedaan pandangan satu sama lain dikarenakan adanya perbedaan mazhab dan metode yang digunakan.
Dalam hal ini, sidang isbat bisa menjadi forum, wadah, dan mekanisme pengambilan keputusan.
“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran,” jelas Adib.
Sidang isbat juga menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, hingga ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam untuk menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
“Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” lanjut Adib.
“Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat,” sambungnya.
Adib pun menegaskan bahwa peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah sebagai fasilitator ormas Islam dan para pihak terkait untuk bermusyawarah.
Hasil musyawarah dalam sidang isbat tersebut kemudian akan diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama sehingga mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani oleh masyarakat.
“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,” pungkasnya.***
Penulis: Sri Sulistiyani.
Editor: Annisaa Rahmah.