Jakarta, Tuturpedia.com — Sehari menjelang Konferensi Perubahan Iklim COP 30 di Belem, Brazil, sebuah kapal kayu tiga tingkat bernama Yaku Mama Amazon Flotilla merapat di dermaga. Dari kapal ini, lebih dari 50 Pemuda Adat dari berbagai negara Amerika Latin turun, membawa tuntutan keadilan iklim. Bersama mereka, hadir seorang Pemuda Adat asal Indonesia, Hero Aprila, perwakilan BPAN, AMAN, dan Global Alliance of Territorial Communities (GATC).
Hero berlayar dari Santarem menyusuri Sungai Amazon sejauh ribuan kilometer untuk menunjukkan solidaritas kepada komunitas adat yang menghadapi ancaman ekspansi tambang dan minyak.
“Kami dari Indonesia terlibat penuh sebagai peserta, sekaligus menunjukkan bentuk solidaritas bagi teman-teman di Amerika Latin. Persoalan yang mereka hadapi persis seperti apa yang terjadi juga di negara kita,” kata Hero.
Perjalanan Ribuan Kilometer Mengangkat Tuntutan Adat
Ekspedisi Yaku Mama dimulai pada 8 Oktober 2025 di Ecuador, melalui ritual adat sebelum menyusuri Sungai Amazon dan anak sungainya sejauh 3.000 kilometer melintasi Ecuador, Peru, Colombia, hingga Brazil. Kapal ini membawa pesan besar:
“End Fossil Fuels – Climate Justice Now.”
Amazon menjadi rumah bagi banyak komunitas adat yang berperan penting menyerap karbon dunia. Yaku Mama — yang berarti Ibu Air — dipandang sebagai roh penjaga sumber air, sehingga perjalanannya menjadi simbol perlindungan kehidupan.
Pemuda Adat Indonesia Bawa Tuntutan UU Masyarakat Adat
Di atas kapal, para pemuda adat dari berbagai negara menyusun poin tuntutan untuk COP 30. Dari Indonesia, Hero menegaskan isu utama:
pengakuan dan perlindungan hukum melalui Undang-Undang Masyarakat Adat.
“Lebih dari satu dekade kami mendorong undang-undang tersebut… Banyak sekali perampasan wilayah adat yang berujung pada kriminalisasi, intimidasi termasuk represivitas yang kami alami,” ujar Hero.
Selain itu, ia juga membawa tuntutan pendanaan langsung untuk Masyarakat Adat, pengakuan pengetahuan leluhur, hak atas tanah, dan perlindungan pembela HAM adat—tuntutan yang akan ia suarakan dalam beberapa forum di COP 30, termasuk Shandia Forum dan Youth Climate Justice Statement.
Tantangan Serupa Amazon dan Nusantara
Dalam perjalanan menuju Belem, rombongan singgah di komunitas adat Novo Carão. Hero harus naik dua kapal kecil dan berjalan kaki 30 menit untuk mencapai permukiman kecil yang menghadapi masalah serupa komunitas adat di Indonesia: akses terbatas, kriminalisasi, dan perampasan wilayah.
Hero juga berbagi cerita tentang masyarakat adat Talang Mamak di Riau yang tetap menjalankan tradisi membakar hutan secara terkendali untuk berladang — sebuah praktik yang kini sering dipermasalahkan oleh hukum.
“Rupanya, masalah yang sama juga dialami oleh masyarakat adat Novo Carão,” ujarnya.
Perjuangan Mengalir dari Amazon ke Nusantara
Pengalaman Hero menyadarkan bahwa perjuangan masyarakat adat lintas benua terhubung oleh isu yang sama: penjagaan tanah, keberlanjutan, dan keadilan iklim.
“Perjuangan masyarakat adat di Amazon dan Nusantara mengalir di arus yang sama,” tutup Hero.















