Jakarta, Tuturpedia.com — Implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2025 tentang Tata Kelola MBG mendapat tanggapan serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRD-RI).
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menegaskan bahwa program berskala nasional yang telah menjangkau 47,2 juta penerima manfaat ini memiliki potensi besar untuk sukses, asalkan pemerintah pusat dan daerah mampu menjalankan perannya secara harmonis dan teknis di lapangan.
Edy Wuryanto dari Fraksi PDIP menyoroti dua aspek krusial: penguatan rantai pasok lokal dan penempatan ahli gizi yang kompeten.
Ekonomi Daerah Mesti “Panen” dari Dapur SPPG
Menurutnya, Perpres 115/2025 adalah langkah maju yang mewajibkan bahan baku untuk Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) agar bersumber dari usaha rakyat, seperti Koperasi Desa, BUMDes, UMKM, petani, peternak, dan nelayan di sekitar lokasi.
Konsep ini bertujuan jelas untuk menggerakkan perekonomian rakyat.
Namun, ia mengingatkan adanya risiko jika peningkatan kebutuhan bahan baku oleh SPPG tidak diimbangi oleh suplai yang memadai.
“Pasokan bahan baku wajib berasal dari usaha rakyat. Rantai pasok dapur harus mengutamakan petani, peternak, dan nelayan di sekitar lokasi SPPG. Ini sejalan dengan tujuan MBG untuk mendorong pemerataan ekonomi daerah,” ujar Edy, Jumat (5/12/2025).
Koordinasi antara Badan Gizi Nasional (BGN) yang mengetahui kebutuhan SPPG, dan pemerintah daerah yang mengetahui kapasitas suplai wilayahnya, menjadi kunci untuk memetakan sumber bahan baku dan menghubungkannya langsung.
Ahli Gizi Ber-STR Adalah Penjamin Kualitas Makanan
Selain pasokan, Edy juga menyoroti peran strategis ahli gizi di SPPG, terutama terkait keamanan dan kualitas makanan. Ia menekankan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, profesi kesehatan harus bekerja sesuai kompetensinya.
“Ahli gizi adalah satu-satunya tenaga kesehatan dengan kompetensi penuh dalam penyelenggaraan makanan bergizi. Mereka punya STR dari konsil dan izin praktik dari pemerintah. Karena itu, yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan kesehatan makanan di SPPG adalah ahli gizi,” tegasnya.
Hal ini menjadi penting mengingat BGN menyebut ahli gizi di SPPG bisa berasal dari berbagai latar belakang sarjana, sementara Edy ingin memastikan keamanan pangan ditangani oleh profesional berlisensi penuh.
Perpres Dikejar 13 Aturan Turunan
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), mengemukakan bahwa Perpres Tata Kelola MBG akan diikuti oleh 13 peraturan turunan.
Aturan turunan ini akan fokus pada percepatan Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), pemenuhan tenaga ahli gizi, dan pembangunan SPPG, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Zulhas juga menekankan pentingnya percepatan pelatihan keuangan di SPPG dan memastikan pasokan bahan baku dapat terpenuhi.
Dengan target ambisius menjangkau 82,9 juta penerima manfaat, pemerintah pusat dan daerah didorong untuk segera merampungkan kesiapan teknis agar MBG benar-benar menjadi program yang berhasil dan menyehatkan sekaligus menggerakkan ekonomi.









